Bagikan:

JAKARTA - Untuk mengurangi beban rumah sakit di tengah peningkatan kasus COVID-19 belakangan ini, pasien yang dinyatakan positif dan tak bergejala maupun bergejala ringan diminta untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. 

Apalagi, saat ini banyak tenaga medis yang mengalami kelelahan karena jumlah pasien positif COVID-19 yang membeludak termasuk di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran. 

"Perlu rencana mitigasi untuk menjaga masyarakat tidak jatuh sakit. Apabila masyarakat tidak sakit, maka kapasitas rumah sakit tidak akan penuh sehingga tenaga kesehatan kita tidak kelelahan merawat pasien," kata Dokter Spesialis Penyakit Dalam & Konsultan Penyakit Dalam RSDC Wisma Atlet, Andi Khomeini Takdir yang dikutip dari siaran tertulis KPCPEN, Rabu, 30 Juni.

Menurutnya, masyarakat jangan malah fokus dan menyalahkan varian COVID-19 yang menyebabkan penyebaran virus ini di tengah masyarakat makin masif. Sebab, kunci dari pencegahannya adalah tetap mengenakan masker.

"Masker dua lapis menurut penelitian Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dikatakan mampu meningkatkan proteksi dari 60-80 persen menjadi 90 persen," ungkapnya.

Pengetahuan baru ini, sambung Andi, harus dijadikan kebiasaan. Saat masyarakat bisa disiplin menuruti protokol kesehatan maka pandemi COVID-19 bisa terkendali.

Sementara terkait dengan isolasi mandiri, dirinya mengatakan, masyarakat perlu mengetahui caranya dengan benar sehingga kesehatannya bisa segera pulih.

Andi menjelaskan bahwa saat melakukan isolasi mandiri di rumah, pertama-tama pasien harus memakai masker. Kedua, kamar harus terpisah dan pastikan jendela kamar isolasi mandiri pasien terbuka.

Selain itu, Andi juga menekankan pentingnya makanan dengan gizi seimbang saat pasien positif COVID-19 menjalani isolasi mandiri di rumah.

"Kalau di rumah sakit, ada dokter dan perawat yang mendukung. Saat di rumah, keluarga harus menjadi pendukung agar selera makan pasien tetap terjaga," tegasnya.

Berikutnya, Andi mengingatkan pasien yang isolasi mandiri agar tidak mendiagnosis diri sendiri. "Kalau memungkinkan harus terus berkonsultasi dengan dokter. Apabila ada gejala yang sangat semakin dirasa berat, perlu untuk menghubungi dokter," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyebut tak semua orang yang terkonfirmasi positif harus mendapat perawatan di rumah sakit rujukan COVID-19.

Hal ini diungkapkan Wiku dalam merespons tren keterisian tempat tidur rumah sakit di berbagai daerah hingga kapasitas perawatan menipis.

Wiku bilang, ketika kapasitas menipis, maka perlu ada manajemen yang baik terkait distribusi pasien COVID-19 yang tepat berdasarkan gejala, sehingga keterisian tempat tidur di rumah sakit dapat terkendali. Berikan ruang perawatan di RS kepada pasien COVID-19 bergejala sedang dan berat.

“Tidak semua pasien COVID-19 harus ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lanjut. Pasien dengan gejala berat dan sedang yang berhak didahulukan untuk mendapatkan penanganan, baik isolasi maupun perawatan intensif di rumah sakit” kata Wiku dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat, 25 Juni.

Berdasarkan data yang dihimpun Badan Kesehatan Dunia (WHO), mayoritas pasien COVID-19 di dunia bergejala ringan hingga sedang dengan persentase sama, masing-masing 40 persen.

Senada, Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan, dan Penunjang RSUP Fatmawati Loli Simanjuntak juga meminta masyarakat yang dinyatakan positif COVID-19 tak buru-buru dan panik mendatangi rumah sakit untuk dirawat. 

"Kan ada COVID tanpa gejala dan dengan gejala. Kalau dia PCR-nya positif atau swab antigennya positif tapi tidak bergejala itu tidak dirawat di RS jadi cukup di rumah saja. Kemudian yang kedua, ada gejala COVID tapi gejalanya ringan," kata Loli dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Kemenkes RI, Kamis, 24 Juni.

Sementara bagi masyarakat yang dinyatakan positif COVID-19 tapi memiliki penyakit komorbid dengan saturasi oksigen yang menurun, diharuskan untuk menjalankan perawatan di rumah sakit. Begitu juga, bagi mereka yang memiliki gejala berat.

"Artinya pernapasan yang tinggi, pernapasannya di atas 24, saturasinya di bawah 95, ada pneumonia disertai komorbid. Dari sisi usia juga di bawah 60 tahun atau di atas 60 tahun," ungkapnya.