JAKARTA - Pemerintah meminta seluruh masyarakat untuk merayakan Hari Raya Idulfitri di rumah masing-masing. Sebab, Lebaran tahun ini berjalan saat masih dalam masa penanganan pencegahan COVID-19.
Menteri Agama Fachrul Razi meminta warga tidak menerima tamu yang datang ke rumah untuk bersilaturahmi (halal bi halal) sebagaimana yang selalu dilaksanakan saat Hari Raya Idulfitri.
"Saya menyarankan supaya berlebaran di rumah saja dengan keluarga inti. Tidak usah menerima tamu dan tidak usah ke mana-mana. Kita tidak jelas (mengetahui) tamu yang datang mungkin membawa virus, karena memang sekarang banyak orang tanpa gejala," kata Menag dalam siaran YouTube BNPB Indonesia, Kamis, 21 Mei.
Fachrul mengimbau warga untuk melakukan silaturahmi dan bermaaf-maafan via online (daring), baik lewat aplikasi perpesanan instan maupun media sosial.
"Silaturahmi dapat dilakukan dengan melalui medsos yang tersedia sekarang. Lalu, melalui video call di handphone,kita bisa saling bermaaf-maafan dengan teman-teman di mana berada, karena memang silaturahmi kan tidak harus lewat fisik," jelas dia.
BACA JUGA:
Salat ied di rumah
Fachrul melanjutkan, pemerintah melarang masyarakat untuk melaksanakan salat Idulfitri di masjid ataupun di lapangan secara berjamaah di tengah pandemi COVID-19.
Sebaiknya, kata Fachrul, salat ied dilakukan di rumah saja. Bisa dilakukan berjemaah dengan keluarga inti dan bisa salat perorangan. Menurut pendapat ulama, salat berjemaah sudah boleh dilakukan kalau ada 4 orang.
"Satu orang menjadi imam, tiga menjadi makmum. Caranya mudah, bisa dilakukan seperti solat sunah biasa 2 rakaat. Bisa juga dilakukan seperti salat Idulfitri biasa, rakaat pertama dengan 7 takbir, rakaat kedua 5 takbir," tutur Fachrul.
"Dengan begitu, ibadah dapat kita lakukan, membuat kita menjadi tidak kehilangan kegembiraan kita, karena memang itu hari kemenangan kita semua. Kita juga terhindar dari COVID-19," tambahnya.
Landasan aturan larangan berkumpul saat Lebaran
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan pelarangan dilakukan dengan dasar aturan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Kesimpulannya, secara singkat bahwa kegiatan keagamaan yang sifatnya masif seperti salat berjamaah di masjid atau salat Idulfitri di lapangan itu termasuk kegiatan yang dilarang oleh Permenkes Nomor 9 Tahun 2020," kata Mahfud, Selasa, 19 Mei.
Larangan ini, kata dia, juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 mengenai kekarantinaan wilayah. Sebab, dalam peraturan tersebut, kata Mahfud, terdapat aturan yang melarang adanya kegiatan yang menimbulkan berkumpulnya orang banyak hingga terjadi kerumunan.
"Bukan karena salatnya, tapi karena itu bagian dari upaya menghindari bencana COVID-19 yang termasuk dalam bencana non-alam nasional yang berlaku berdasarkan keputusan pemerintah," imbuh Mahfud.
Majelis Ulama Indonesia juga telah menerbitkan fatwa yang memuat ketentuan salat Idulfitri di rumah baik berjamaah maupun sendiri.
Melalui Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan salat Idulfitri saat pandemi COVID-19 disebutkan salat ini hukumnya sunah muakad atau sangat dianjurkan. Salat ini disunahkan untuk dilakukan di tanah lapang, masjid, atau musala secara berjamaah.
Namun, di tengah pandemi seperti sekarang, fatwa MUI menjelaskan salat di tanah lapang, masjid, dan musala bisa dilakukan bila kawasan itu aman dari penyebaran virus corona. Hal ini ditandai dengan angka penularan menurun dan didukung kebijakan pelonggaran aktivitas yang memungkinkan terjadinya kerumunan.
Jika hingga saat Idulfitri hal ini tidak terjadi maka, masyarakat di kawasan tersebut bisa melaksanakan salat di rumah masing-masing.