Bagikan:

JAKARTA - Presiden Rusia Vladimir Putin menyerukan jaminan keamanan Korea Utara, untuk menyelesaikan kebuntuan atas program nuklirnya, menggaris bawahi tekanan dan sanksi saja tidak akan menyelesaikan masalah tersebut.

Putin membuat pernyataan selama pertemuan virtual dengan kepala kantor berita global pada forum ekonomi tahunan di St. Petersburg, Jumat, (waktu setempat), ketika negosiasi nuklir antara Korea Utara dan Amerika Serikat tetap menemui jalan buntu setelah runtuhnya KTT Hanoi pada 2019 lalu.

"Masalah nuklir Korea Utara tidak akan diselesaikan dengan menekan Korea Utara dan memperketat sanksi terhadapnya," kata Putin melalui seorang penerjemah ketika diminta oleh Cho Sung-boo, CEO dan Presiden Kantor Berita Yonhap di Seoul untuk mengomentari isu nuklir Korea Utara. 

"Hanya dengan memastikan keamanan rakyatnya, dan dengan kesabaran dan pendekatan yang cermat, kami dapat menyelesaikan masalah ini," tukas Vladimir Putin seperti dilansir Korea Times Sabtu 5 Juni.

korea utara
 Uji coba penembakan rudal KN-23 milik Korea Utara tahun 2013. (Sumber: Rodong Sinmun via missilethreat.csis.org)

Moskow memilih pendekatan bertahap untuk denuklirisasi Korea Utara yang akan datang dengan langkah-langkah timbal balik, termasuk pencabutan sebagian sanksi PBB, ketika rezim mengambil langkah-langkah untuk menghentikan program nuklirnya. 

Vladimir Putin menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas kebuntuan dalam negosiasi nuklir, menyebut janji yang tidak dipenuhi.

"Kepemimpinan Korea Utara menunjukkan sikap konstruktif, tetapi negara-negara seperti AS tampaknya telah mengabaikan janji (yang mereka buat) kepada Utara," sebutnya.

Negosiasi nuklir antara Pyongyang dan Washington gagal, lantaran tidak ada titik temu mengenai bagaimana mencocokkan langkah denuklirisasi Pyongyang dengan keringanan sanksi dari Washington.

Presiden Putin menyerukan upaya untuk mencari solusi yang akan diterima oleh semua negara terkait, menegaskan kembali sikap Rusia yang mengadvokasi beberapa bentuk platform dialog multilateral yang serupa dengan pembicaraan enam pihak yang diadakan sebelumnya.

Hadir dalam sesi virtual tersebut para kepala kantor berita dari 16 negara, termasuk Kantor Berita Kyodo Jepang, Kantor Berita Xinhua China, Associated Press, Reuters dan Agence France Press.