JAKARTA - Langkah pemerintah untuk menurunkan harga gas industri menjadi 6 dolar Amerika Serikat (AS) per million metric british thermal unit (MMBTU) mulai 1 April berdampak positif bagi keuangan negara. Akibat dari keputusan tersebut, di tengah pandemi virus corona atau COVID-19 negara mendapat tambahan pemasukan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif melaporkan adanya tambahan pemasukan negara Rp3,25 triliun hingga 2024. Dana ini bersumber dari kebijakan penurunan harga gas industri. Bahkan, pemerintah juga dapat berhemat.
"Penghematan ini akan bernilai sampai Rp125,03 triliun selama 2020-2024 terjadi dari konvesi pembangkit diesel dan penurunan kompensasi, pajak dan dividen industri dan pupuk serta penurunan subsidi pupuk dan kelistrikan," katanya, dalam rapat kerja (Raker) secara virtual bersama Komisi VII, Senin, 4 Mei.
Lebih lanjut, Arifin merinci, dari total Rp125,03 triliun, Rp13,07 triliun untuk konversi pembangkit diesel kelistrikan, Rp74,25 triliun untuk penurunan kompensasi kelistrikan, Rp7,5 triliun untuk pajak dan dividen industri dan pupuk, serta Rp30,21 triliun untuk penurunan subsidi pupuk dan kelistrikan.
BACA JUGA:
Arifin tak menampik, dengan adanya penurunan harga gas itu, juga berbanding lurus dengan penurunan pendapatan pemerintah. Penurunan pendapatan mencapai Rp121,78 triliun.
"Di hulu migas disubstitusi dari tambahan pendapatan pajak dan dividen, penghematan subsidi listrik dan pupuk, penurunan kompensasi ke PLN dan kebijakan konversi pembangkit BBM ke gas," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sempat kesal lantaran harga gas yang tinggi. Di hadapan para pembantunya, Jokowi meminta agar harga gas dihitung dan dikalkulasi lebih kompetitif. Ia juga menyarankan agar dilihat detail apa yang menjadi penyebab tingginya harga gas.
Setelah diperintah Jokowi, harga gas industri resmi turun menjadi 6 dolar AS per MMBTU mulai 1 April dari hasil dari rapat terbatas yang digelar Jokowi dengan sejumlah menteri terkait.