Australia Tak Temukan Bukti COVID-19 Berasal dari Laboratorium di Wuhan
PM Australia Scott Morrison (kiri) bersama Presiden Indonesia Joko Widodo (Foto: instagram @scottmorrisonmp)

Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison sempat membuat marah Pemerintah China dengan pernyataannya bahwa Australia akan melakukan penyelidikan global terhadap wabah COVID-19 di China.

Namun, PM Morrison kemudian mengatakan, ia tidak memiliki bukti yang menunjukkan penyakit itu berasal dari sebuah laboratorium di Kota Wuhan, daerah pertama kali virus tersebut mewabah. 

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebelumnya juga meyakini virus corona baru berasal dari laboratorium virologi di China, tetapi menolak untuk menjelaskan bukti yang katanya telah ia temukan. 

Dilansir dari Reuters, Jumat 1 Mei 2020, PM Morrison mengatakan, Australia tidak memiliki informasi untuk mendukung teori itu. Dia merasa kebingungan dalam memberikan dukungannya untuk penyelidikan serta memahami bagaimana wabah COVID-19 dimulai dan dapat menyebar dengan cepat di seluruh dunia.

"Tidak ada yang kami dapatkan yang akan menunjukkan bahwa itulah (laboratorium Wuhan) kemungkinan sumbernya, meskipun Anda tidak dapat mengesampingkan apa pun di lingkungan tersebut," kata PM Morrison. 

"Kami tahu virus itu dimulai dari China, kami tahu itu ada di Wuhan, skenario yang paling mungkin yang telah diselidiki terkait dengan pasar basah satwa liar, tetapi itu adalah masalah yang harus dinilai secara menyeluruh," tambahnya. 

Institut Virologi Wuhan (WIV) juga telah menolak anggapan bahwa virus corona baru tersebut berasal dari laboratoriumnya.

Sebagian besar ilmuwan sekarang mengatakan virus itu berasal dari satwa liar. Kelelawar dan trenggiling diidentifikasi sebagai spesies inang yang memungkinkan penyebaran virus tersebut. 

Hubungan antara Australia dan China menegang sejak Pemerintah Negeri Kanguru tersebut mulai mengumpulkan bukti untuk penyelidikan internasional terhadap wabah COVID-19. 

China melihat penyelidikan tersebut sebagai propaganda AS melawan China, sementara PM Morrison mengatakan dunia perlu memahami dengan tepat apa yang terjadi untuk mencegah terulangnya wabah yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 200.000 orang. 

"Itulah mengapa sangat penting untuk memahami apa yang terjadi, untuk memastikan bahwa kita dapat mencegah bencana global yang luas seperti itu terjadi lagi," kata Morrison.

Duta Besar China untuk Australia mengatakan bahwa konsumen China dapat memboikot daging sapi, anggur, pariwisata, dan universitas Australia sebagai tanggapan penyelidikan yang dilakukan Australia. Namun pernyataan tersebut ditanggapi oleh anggota pemerintahan Morrison dan menyebutnya sebagai ancaman pemaksaan ekonomi. 

Ekonomi yang Jatuh Akibat COVID-19 

Australia telah berhasil mengontrol wabah COVID-19 sejauh ini, tetapi langkah-langkah yang dilakukan untuk melihat lonjakan angka pengangguran, ekonomi tenggelam ke dalam resesi untuk pertama kalinya dalam tiga dekade dan utang pemerintah meningkat secara masif.

Pemerintah Australia mengatakan bahwa mereka akan menggelar pertemuan pada Jumat pekan depan, satu minggu lebih cepat dari jadwal, untuk memutuskan apakah akan mengurangi aturan social distancing. Hal tersebut dilakukan karena jumlah kasus COVID-19 baru berkurang dan tekanan untuk membuka kegiatan ekonomi dan sekolah terus meningkat. 

Di Australia sendiri terdapat sekitar 6.700 kasus COVID-19 dan 93 di antaranya meninggal dunia. Angka tersebut jauh di bawah AS dan Eropa. Pertambahan penderita COVID-19 telah melambat menjadi kurang dari 0,5 persen sehari, dibandingkan dengan 25 persen pada sebulan yang lalu.