Bagikan:

JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, saat ini tidak ada bukti bahwa seseorang yang telah pulih dari COVID-19 akan memiliki antibodvi yang melindungi tubuh dari COVID-19.

Dalam sebuah laporan ilmiah, WHO memeringatkan pemerintah di berbagai negara agar tidak mengeluarkan "paspor imunitas" atau "sertifikat bebas risiko" kepada orang-orang yang telah terinfeksi karena akurasinya belum dapat terjamin.

Pemberian keterangan-keterangan tersebut justru sebenarnya dapat meningkatkan risiko penyebaran yang terus-menerus. Hal tersebut dikarenakan orang yang telah pulih nantinya cenderung abai terhadap nasihat tindakan pencegahan standar terhadap virus.

“Beberapa pemerintah telah menyarankan bahwa deteksi antibodi terhadap SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, dapat berfungsi sebagai dasar untuk 'paspor kekebalan' atau 'sertifikat bebas risiko' yang akan memungkinkan individu untuk bepergian atau kembali bekerja dengan asumsi mereka terlindungi dari virus tersebut” kata WHO dalam sebuah keterangan, melansir Reuters, Senin 27 April.

"Saat ini tidak ada bukti bahwa orang yang telah pulih dari COVID-19 dan memiliki antibodi terlindungi dari infeksi kedua."

Pemerintah Cili mengatakan minggu lalu akan mulai membagikan 'paspor kesehatan' kepada orang-orang yang dianggap telah pulih dari penyakit. Setelah di-screening untuk menentukan apakah mereka telah mengembangkan antibodi yang membuat mereka kebal terhadap virus, mereka dapat segera kembali bekerja seperti sebelumnya. 

Para ahli sebelumnya telah mengemukakan kekhawatiran bahwa 'paspor imunitas' dapat memperburuk ketidaksetaraan ekonomi dan meningkatkan risiko penularan dengan mendorong orang-orang yang putus asa untuk bekerja untuk mencoba menginfeksi diri mereka sendiri karena yakin akan memiliki antibodi terhadap COVID-19. Karena jika mereka terbukti memiliki antibodi tersebut, akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan.

WHO mengatakan pihaknya terus meninjau bukti tentang tanggapan antibodi terhadap virus penyebab COVID-19. Sejauh ini, sekitar 2,8 juta orang telah dilaporkan terinfeksi oleh COVID-19 secara global dan 196.298 lebih telah dinyatakan meninggal. 

Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa orang yang pulih dari infeksi memiliki antibodi terhadap virus, kata WHO. Namun, beberapa dari mereka memiliki tingkat antibodi yang sangat rendah dalam darah mereka dan menunjukkan bahwa imunitas seluler juga penting untuk pemulihan.

Selain itu, ada laporan termasuk dari China dan Korea Selatan yang menyatakan bahwa pasien yang tampaknya telah pulih saat kembali melakukan tes dinyatakan positif lagi. Ada beberapa kemungkinan penjelasan untuk hasil tersebut. Jeong Eun-kyeong, direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC), mengatakan pasien tersebut bukan terinfeksi ulang, melainkan virus tersebut mungkin “diaktifkan kembali”.