Usaha Transportasi Umum Bisa Gulung Tikar Akibat COVID-19
Ilustrasi mudik. (Foto: Kementerian PUPR)

Bagikan:

JAKARTA - Usaha transportasi umum jadi salah satu yang paling rugi akibat pandemi virus corona atau COVID-19. Mereka terpaksa tak bisa beroperasi karena dampak dari kebijakan pemerintah seperti anjuran tak keluar rumah dan larangan mudik.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, khawatir sektor usaha transportasi umum tak bisa selamat untuk kembali beroperasi setelah masa pandemi COVID-19 berakhir. 

Berdasarkan data yang dihimpun MTI, hingga akhir Maret 2020, penumpang bus di seluruh Indonesia mengalami penurunan keberangkatan sebesar 19,57 persen. Terlebih, setelah ada larangan mudik, jumlah penumpang kian menurun drastis.

Penurunan angka penumpang, kata Djoko, berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) tenaga kerja di bidang transportasi umum khusus bus antarkota-antarprovinsi (AKAP) dan bus pariwisata.

"Total, ada 6.328 tenaga kerja pekerja transpartasi umum dari perusahaan bus AKAP dan bus pariwisata yang di-PHK sejak wabah COVID-19 diumumkan di Indonesia," kata Djoko saat dikonfirmasi VOI, Senin, 27 April.

Penurunan juga terjadi di angkutan udara. Berdasarkan data yang diambil dari 50 bandar udara selama Maret hingga 15 April 2020, penumpang dalam negeri menurun 72,48 persen, sementara penumpang luar negeri 98,95 persen. 

Hal yang sama juga terjadi di angkutan penyeberangan. Data di 7 pelabuhan penyeberangan per 15 April, yaitu Merak, Bakauheni, Ketapang, Lembar, Batam, Bitung dan Kayangan, menunjukkan penurunan 23 persn pejalan kaki dan 13 persen kendaraan.

"Sementara, untuk angkutan laut, selama tanggal 1 hingga 15 April 2020 terhadap periode yang sama tahun 2019 terjadi penurunan sebesar 76 persen," tutur Djoko.

Djoko menganggap pemerintah perlu menyelamatkan dunia usaha transportasi umum agar bisa bertahan untuk kembali beroperasi setelah kondisi normal. 

"Ada kebijakan-kebijakan berupa insentif sebagai stimulus yang bisa diberikan kepada perusahaan transportasi," ucap Djoko.

Djoko bilang, secara umum pemerintah bisa memberikan relaksasi pembayaran kewajiban pinjaman kepemilikan kendaraan kreditur anggota organisasi angkutan, pengusulan restrukturisasi cicilan pinjaman bank, penundaan pemungutan pajak, pembebasan iuran BPJS, hingga bantuan langsung tunai (BLT) kepada karyawan. 

Kemudian, khusus angkutan darat, pemerintah bisa membebaskan pembayaran tol untuk angkutan umum plat kuning. Untuk angkutan barang, relaksasi pengembalian pinjaman pokok bisa dilakukan selama 12 bulan, baik kredit investasi melalui bank atau leasing. 

Untuk angkutan penyeberangan, perlu ada dispensasi pembebasan PNBP bidang angkutan penyeberangan dan pembebasan PNBP perizinan bidang angkutan penyeberangan. Lalu, pada angkutan kereta, perlu ada amandemen kontrak public service obligation (PSO) dan penyesuaian faktor denda pada pelaksanaan KA perintis.

Kepada angkutan laut, pemerintah bisa melakukan pengurangan PPh dan PPn pada industri perkapalan, hingga penundaan pengembalian kredit pada industri galangan kapal.

Untuk transportasi angkutan udara, perlu ada stimulus biaya kalibrasi peralatan penerbangan dan PJP4U selama April hingga Desember 2020, lalu penundaan biaya deposit dan potongan harga biaya avtur dari PT Pertamina.

Lebih lanjut, Djoko menyarankan agar para pekerja perusahaan transportasi umum bisa dilibatkan untuk memendistribusikan sembako ke sejumlah warga yang memerlukan.

"Untuk mengirim sembako bagi warga tidak mampu, pemerintah sebaiknya tidak hanya kerjasama dengan PT Pos Indonesia dan perusahaan aplikasi transportasi. Ajaklah juga Organda untuk mengirim sembako itu, supaya perusahaan transportasi umum tidak makin terpuruk," imbuhnya.