Dikritik PWNU DKI Tak Konsisten, Anies Baswedan Dibela Bamus Betawi: Justru Anies Hati-hati Lindungi Umat Islam
Warga berdoa di makam keluarganya saat melakukan ziarah kubur di pemakaman khusus COVID-19 di TPU Srengseng Sawah (Foto: ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi tidak sepakat dengan pernyataan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta yang mengkritik kebijakan Gubernur DKI, Anies Baswedan.

Kebijakan yang dikritik terkait larangan ziarah kubur namun membolehkan pariwisata saat perayaan Idulfitri dalam kondisi pandemi COVID-19.

Wakil Ketua Umum Bamus Betawi Rachmat HS mengatakan, pihaknya memahami kebijakan Anies yang melarang ziarah kubur di wilayah DKI Jakarta. 

Namun, ini dibuat dalam konteks perang melawan pandemi COVID-19."Jadi, ini bukan melarang orang berziarah, tapi Pak Anies ingin mencegah potensi terjadinya kerumunan, Pak Anies khawatir ini akan menimbulkan kerumunan spontan seperti yang terjadi di Pasar Tanah Abang beberapa waktu lalu," tutur Rachmat dilansir dari Antara, Sabtu, 15 Mei. 

Rachmat juga menyebut, di momen lebaran kemungkinan terjadi kerumunan yang berujung pada lonjakan kasus sangat besar. Terlebih dari data Satgas COVID-19 mencatat per H-1 lebaran atau 13 Mei kemarin, pasien COVID-19 di DKI melonjak jadi 785 kasus dari hari sebelumnya yang 600 kasus.

"Ini jelas kenaikan angka yang mengkhawairkan, nah Pak Anies yang mengerti situasi keadaan perkembangan lonjakan COVID-19 di Jakarta kemudian bergerak cepat dengan kebijakan (larangan ziarah) ini,"

"Bisa dibayangkan, kalau TPU misalnya buka lalu masyarakat berbondong-bondong datang berziarah dan terjadi kerumunan. Lalu kita ribut lagi saling menyalahkan satu sama lain?," tuturnya.

Karenanya, Rachmat menilai, kebijakan menutup sejumlah TPU di Jakarta sebagai tanggung jawab Anies selaku pemimpin sektoral di wilayah Ibu Kota. Dan Bamus Betawi, kata dia, mendukung penuh langkah yang dilakukan Anies terhadap setiap upaya pencegahan kerumunan yang berpontensi menjadi klaster COVID-19 baru di Jakarta.

"Inilah kepekaan dan kehati-hatian Gubernur sebagai pemipimpin sektoral terhadap kondisi riil di lapangan demi melindungi umat Islam dari ancaman bahaya COVID-19 yang hendak berziarah," tegasnya. 

Rachmat berharap, ke depan, semua pihak sebaiknya membangun komunikasi yang baik dengan gubernur selaku pemimpin sektoral. 

"Mari kita membangun komunikasi dan bersinergi dengan sektoral di Pemprov DKI. Biar kasus kerumunan ini tidak terus berulang. Karena kegagalan komunikasi akan berujung pada kegagalan berkoodinasi dan sinergi dalam perang melawan COVID-19," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua PWNU DKI Jakarta Syamsul Ma'arif melayangkan kritik terhadap Seruan Gubernur Pemprov DKI Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pengendalian Aktivitas Masyarakat dalam Pencegahan Penyebaran COVID-19 pada Masa Libur Idulfitri. 

Dalam seruan itu, terdapat 2 kebijakan yang menurut Kiai Syamsul menunjukkan bahwa Gubernur Anies Baswedan tidak konsisten. Sebab, kegiatan ziarah kubur dilarang atau ditiadakan pada 12-16 Mei 2021 mendatang, sedangkan tempat wisata seperti Taman Impian Jaya Ancol dan Taman Margasatwa Ragunan tetap dibuka.

"Ini Gubernur (Pemprov DKI) tidak konsisten. Kuburan (ziarah) nggak boleh tapi Ancol dibuka. Padahal kan sama-sama tempat terbuka," ucap Syamsul, Selasa, 11 Mei lalu.

Syamsul berpendapat sebaiknya pelaksanaan ziarah kubur diatur agar aman dari COVID-19, semisal, jumlah peziarah dibatasi dan diawasi petugas. Hal ini dikarenakan mengingat ziarah kubur merupakan bagian dari budaya orang Betawi.

"Karena kalau larangan, orang melawan, karena orang akan berpendapat pemerintah ini tidak konsisten, tempat-tempat hiburan dibuka. Sama, salat tarawih dibiarkan, biasa, nggak ada larangan, salat Id, biasa, nggak ada larangan," ujarnya.

Dengan tidak konsistennya seruan tersebut, Syamsul menilai Anies Baswedan selaku pejabat tertinggi di DKI Jakarta tak paham soal budaya Betawi. Menurut Syamsul, ziarah kubur merupakan bagian dari budaya Betawi yang dilakukan sekali dalam setahun.

"Gubernur tidak paham budaya Betawi. Budaya Betawi itu memang ziarah kubur setahun sekali. Saya setuju dilarang sebetulnya, tetapi, dilihat dari kultur dong, gubernur tidak menjadikan kultur Betawi," ucapnya.

Apa yang diungkapkan Ketua NU DKI tersebut mengomentari temuan sejumlah warga DKI Jakarta sebelumnya pada Kamis ramai melakukan ziarah kubur di sejumlah TPU di Jakarta. Warga beramai-ramai melakukan ziarah kubur di TPU Menteng Pulo, TPU Utan Jati, dan TPU Tegal Alur.

Kasatpol PP Jakbar Tamo Sijabat mengungkapkan peziarah bisa masuk ke TPU Tegal Alur melalui pintu sisi belakang yang dijebol oleh ormas. Para peziarah pun dibubarkan petugas.