JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan mengatakan pemerintah akan menyederhanakan sistem administrasi dan persyaratan menjadi pekerja migran resmi atau legal.
Hal tersebut dilakukan agar masyarakat mengurungkan niat untuk memilih sebagai imigran gelap (ilegal) yang tidak terdata pemerintah.
Upaya penyederhanaan ketentuan administrasi itu bakal dilakukan oleh Desk Koordinasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) yang baru dibentuk Menko Polkam Budi Gunawan hari ini.
"Di desk ini juga ada Satgas Koordinasi pencegahan. Salah satu tugas pokoknya adalah menyederhanakan, mempermudah, dan memonitor pergerakan warga negara Indonesia yang akan keluar negeri secara ilegal," kata Budi Gunawan, disitat Antara.
Walau demikian, Budi Gunawan tidak menjelaskan secara rinci persyaratan administrasi apa yang akan disederhanakan untuk memudahkan calon pekerja migran.
Menurut pria yang akrab disapa BG ini, masyarakat akan mendapatkan banyak keuntungan jika memutuskan untuk menjadi pekerja migran yang legal.
Salah satu keuntungan utamanya yakni terdata secara resmi dan mendapat perlindungan dari pemerintah.
BG melanjutkan, hak-hak tersebut tidak dapat dimiliki warga yang rela menempuh jalur-jalur ilegal untuk menjadi pekerja migran di luar negeri.
Di waktu dan tempat yang sama, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengungkap empat masalah yang akan melanda para pekerja migran, terutama yang ilegal.
"Rata-rata masalah yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia, baik itu kekerasan maupun eksploitasi bahkan human trafficking (perdagangan manusia) sumber utamanya, salah satunya, adalah karena pekerja migran kita berangkat secara ilegal atau non-prosedural,” kata Menteri Karding.
Menteri Karding menyampaikan jumlah pekerja migran yang berangkat secara prosedural atau jalur resmi, hingga saat ini, mencapai 5,3 juta orang. Sedangkan, pekerja yang berangkat secara unprosedural atau ilegal mencapai 4,3 juta pada 2017 berdasarkan survei Bank Dunia.
Kementeriannya mencatat sebanyak 90-95 persen pekerja yang memiliki masalah adalah pekerja yang berangkat secara ilegal.
“Jadi sebenarnya kunci masalah kalau kita bisa tutup dengan prosedural ini, maka insyaallah tidak terlalu banyak masalah dengan pekerja migran Indonesia,” ucapnya.
Kemudian, kemampuan menjadi masalah kedua yang kerap dihadapi para pekerja migran. Hal tersebut lantaran sebanyak 80 pekerja migran merupakan individu yang sebelumnya adalah pekerja rumah tangga atau domestic worker.
“Dan dari 80 persen itu, 70 persennya perempuan, dan rata-rata pendidikannya SD dan SMP, sedikit SMA. Jadi ini bisa dibayangkan betapa rawannya ataupun potensialnya itu terjadi kekerasan,” ujar Karding.
BACA JUGA:
Masalah ketiga adalah bahasa dan masalah keempat adalah mental, karena tidak sedikit pekerja migran yang baru pindah ke luar negeri dan ingin kembali ke tanah air.
Lebih lanjut Karding menyampaikan bahwa kementeriannya telah mengambil sejumlah langkah untuk mencegah agar pemberangkatan secara non prosedural tidak terus bertambah.
Daerah-daerah yang menjadi perhatian khusus adalah daerah yang menjadi penyumbang terbesar asal pekerja migran, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB, Lampung, dan Kota Medan, Sumatera Utara.
Kedua, mendorong sosialisasi agar para pekerja berangkat secara legal karena tingkat kesadaran akan pentingnya berangkat sesuai prosedur baru mencapai 40 persen. Ketiga, memaksimalkan pencegahan dan perlindungan melalui tim reaksi cepat.
“Keempat tentu kita akan berkolaborasi dan kita bersyukur bahwa Pak Menko (Polkam) hari ini menginisiasi terbentuknya desk (koordinasi perlindungan PMI). Desk ini kita harapkan nanti akan menjadi forum kolaborasi dan sinergi kami untuk ikut menangani masalah-masalah yang terkait dengan kualitas perlindungan atau tata kelola perlindungan kita,” jelas Karding.
Adapun desk koordinasi perlindungan pekerja migran merupakan tim koordinasi yang diinisiasi oleh BG dan bertujuan untuk memaksimalkan perlindungan pekerja migran Indonesia.
Desk tersebut diketuai oleh Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan melibatkan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Bareskrim Polri, TNI, serta Kejaksaan Agung (Kejagung)