JAKARTA - Masih banyak warga yang memaksakan mudik Lebaran tahun ini, meski pemerintah telah melarangnya. Dalam survei Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ditemukan masih ada warga yang berniat mudik seminggu dan setelah larangan mudik berlaku.
Tak ingin lonjakan kasus kembali terulang ketika libur panjang, pemerintah memperketat syarat perjalanan pada sebelum dan sesudah masa larangan mudik Lebaran.
Hal ini dituang dalam Adendum Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 mengenai peniadaan mudik Hari Raya Idulfitri 1442 Hijriah. Dalam adendum tersebut, syarat perjalanan diperketat sejak H-14 masa mudik dilarang yakni 22 April sampai 5 Mei dan hingga H+7 pada 18 sampai 24 Mei.
"Setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah mengutamakan prinsip mengutamakan keselamatan rakyat di tengah pandemi COVID-19 untuk menghindari peningkatan kasus yang dapat memicu meningkatkan beban fasilitas kesehatan, serta potensi tingginya korban jiwa yang ditimbulkan," ungkap Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, Kamis, 22 April.
BACA JUGA:
Sebelum dan sesudah masa larangan mudik
Protokolnya, pelaku perjalanan transportasi udara, kereta api, laut, dan penyeberangan laut pada dua minggu sebelum dan satu minggu sesudah larangan mudik wajib menunjukkan surat keterangan hasil tes negatif RT-PCR atau rapid test antigen yang sampelnya diambil maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan.
Jika ingin menggunakan GeNose, dilakukan sesaat sebelum keberangkatan. Lalu, pelaku perjalanan wajib mengisi e-HAC Indonesia.
Khusus perjalanan rutin dengan moda transportasi laut untuk pelayaran terbatas dalam wilayah satu kecamatan/kabupaten/provinsi atau wilayah aglomerasi perkotaan (Jabodetabek) tidak diwajibkan menunjukkan surat hasil tes negatif.
Protokol pada pelaku perjalanan transportasi umum darat akan dilakukan tes acak rapid test antigen atau GeNose oleh Satgas COVID-19 daerah masing-masing.
Pada pelaku perjalanan transportasi darat pribadi, Doni mengimbau melakukan tes RT-PCR atau rapid test antigen yang sampelnya diambil maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan. Bisa juga dengan tes GeNose C19 di rest area sebagai persyaratan melanjutkan perjalanan. Lalu, akan dilakukan tes acak apabila diperlukan Satgas COVID-19 daerah.
Selama masa larangan mudik
Selama mudik dilarang pada tanggal 6 hingga 17 Mei, semua perjalanan diwajibkan memiliki hasil tes negatif RT-PCR yang berlaku maksimal 3x24 jam, atau hasil negatif rapid test antigen maksimal 2x24 jam, atau hasil negatif GeNose C19 sesaat sebelum keberangkatan.
SIKM
Soal pengetatan mobilitas sebelum dan sesudah larangan mudik berlaku, Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo menyebut orang yang melakukan perjalanan tidak perlu mengurus surat izin keluar masuk (SIKM).
"Tidak ada SIKM, hanya pengetatan. Selama dua periode waktu itu (sebelum dan sesudah larangan mudik) tidak diperlukan SIKM. SIKM hanya berlaku mulai tanggal 6 sampai 17 Mei," kata Syafrin.
Syafrin menyebut, keputusan pemberlakuan SIKM hanya selama masa larangan mudik di DKI mengikuti aturan pemerintah pusat agar berlaku selaras secara nasional.
"Ini kan kebijakannya dari pusat. Berbeda dengan penerapan SIKM tahun lalu. Penerapan SIKM tahun lalu, kami dari dinas perhubungan bersama Satpol PP dan rekan-rekan dari kepolisian mengamankan peraturan gubernur tentang SIKM," ujar Syafrin.
Namun, SIKM tetap berlaku saat larangan mudik. SIKM menjadi pegangan bagi orang yang dikecualikan dalam larangan mudik. Namun, mereka melakukan perjalanan dengan tujuan selain mudik.
Adapun alasan yang dikecualikan tersebut adalah untuk bekerja/perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi oleh satu orang anggota keluarga, dan kepentingan persalinan yang didampingi maksimal dua orang.
Syarat membuat SIKM bagi pegawai instansi pemerintahan, BUMN/BUMD, prajurit TNI, dan anggota Polri adalah dengan melampirkan print out surat izin tertulis dari pejabat setingkat Eselon II yang dilengkapi tanda tangan ejabat serta identitas diri calon pelaku perjalanan.
Bagi pegawai swasta melampirkan print out surat izin tertulis dari pimpinan perusahaan yang dilengkapi tanda tangan pimpinan perusahaan serta identitas diri calon pelaku perjalanan.
Kemudian, bagi pekerja sektor informal dan masyarakat umum nonpekerja melampirkan print out surat izin tertulis dari kepala desa/lurah yang dilengkapi tanda tangan basah/tanda tangan elektronik kepala desa/lurah serta identitas diri calon pelaku perjalanan.