Bagikan:

BANDA ACEH - Jaksa penyidik Kejaksaan Negeri Bireuen, Aceh, memeriksa 30 kepala desa dan bendahara desa dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi dana bimbingan teknis dan studi banding dengan nilai mencapai Rp1 miliar.

"Ada sebanyak 30 kepala desa dan bendahara desa yang diperiksa serta dimintai keterangan terkait penyidikan dugaan perbuatan melawan hukum pada kegiatan bimtek dan studi banding ke Jawa Timur dan Bali," kata Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi dilansir ANTARA,  Kamis, 19 Desember.

Ia menyebutkan kepala desa dan bendahara desa yang diperiksa berasal dari Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen. Pemeriksaan tersebut juga melibatkan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh.

Dalam pemeriksaan tersebut, para keuchik atau kepala desa dan bendahara desa diminta menjelaskan pertanggungjawaban penggunaan anggaran studi banding dan bimtek sebesar Rp17,8 juta per orang.

Penyidikan dugaan korupsi tersebut berawal ketika Badan Kerja Sama Antar-Desa (BKAD) Peusangan Raya pada 2024 melaksanakan studi banding dan bimtek ke Desa Ketapanrame dan Wonorejo di Jawa Timur serta ke Desa Panglipuran di Bali.

Munawal mengatakan tim penyelidik pada Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Bireuen menemukan ada perbuatan melawan hukum yang terindikasi merugikan keuangan negara dari kegiatan tersebut.

Perbuatan melawan hukum tersebut, di antaranya melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 96 Tahun 2017 tentang tata cara kerja sama desa di bidang pemerintahan desa.

Kemudian, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang rincian prioritas penggunaan dana desa.

Selanjutnya, Peraturan Bupati Bireuen Nomor 55 Tahun 2023 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja gampong tahun anggaran 2024, serta Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 6 Tahun 2018 tentang pemerintahan gampong.

"Selain para kepala desa dan bendahara desa, penyidik juga segera memanggil pihak terkait lainnya dalam kegiatan studi banding dan bimtek tersebut. Pemeriksaan tersebut untuk mengungkap siapa pihak yang bertanggung jawab terhadap perbuatan melawan hukum dalam kegiatan tersebut," kata Munawal.