Bagikan:

JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh delapan terpidana dalam kasus pembunuhan berencana Vina dan Muhammad Rizky di Cirebon. Dengan keputusan ini, vonis terhadap para terpidana tetap berlaku, menegaskan bahwa kasus tersebut merupakan pembunuhan, bukan kecelakaan.  

Saka Tatal, salah satu dari delapan terpidana, menjadi pemohon terakhir yang ditolak PK-nya. Sebelumnya, MA juga telah menolak PK yang diajukan oleh tujuh terpidana lainnya. Juru bicara MA, Yanto, menjelaskan bahwa putusan penolakan ini didasarkan pada ketetapan dengan Nomor 119/KMA/SK/VII/2013, yang diumumkan pada Senin 16 Desember.  

Yanto menyatakan bahwa alasan utama penolakan PK ini adalah karena majelis hakim tidak menemukan kekhilafan dalam pengadilan sebelumnya, baik secara yuridis maupun faktual.  

"Tidak ada kekhilafan judex facti maupun judex juris dalam mengadili para terpidana," tegas Yanto dalam konferensi pers di Jakarta.  

Selain itu, majelis hakim juga tidak menemukan bukti baru (novum) yang memenuhi syarat sesuai Pasal 263 ayat (2)a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dengan demikian, putusan kasasi sebelumnya tetap berlaku.  

Permohonan PK terhadap kasus ini terbagi menjadi dua perkara. PK Nomor 198 PK/PID/2024 diajukan oleh Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya, dengan majelis hakim yang diketuai oleh Burhan Dahlan serta anggota Yohanes Priyana dan Sigid Triyono.  

Sementara itu, PK Nomor 199 PK/PID/2024 diajukan oleh Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto. Majelis hakim juga diketuai Burhan Dahlan, dengan anggota Jupriyadi dan Sigid Triyono. Dalam amar putusannya, MA menyatakan “tolak,” sebagaimana tercantum dalam situs resmi MA.  

Kasus pembunuhan Vina dan Rizky yang terjadi pada tahun 2016 sempat menyita perhatian publik karena melibatkan delapan pelaku. Vonis terhadap para terpidana telah dijatuhkan sejak tingkat Pengadilan Negeri Cirebon, diperkuat dalam proses banding, hingga kasasi.  

Tujuh dari delapan pelaku dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, sementara Saka Tatal telah menjalani hukuman delapan tahun penjara dan kini bebas. Kasus ini kembali menjadi sorotan setelah diangkat ke layar lebar dalam sebuah film yang menggambarkan tragisnya peristiwa pembunuhan tersebut.