JAKARTA – Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti laporan dari Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman terkait dugaan pungutan liar (pungli) dalam pendistribusian alat dan mesin pertanian serta peredaran pupuk palsu.
Dalam pernyataannya, Burhanuddin mengatakan bahwa langkah awal yang dilakukan adalah pengumpulan bukti dan petunjuk untuk memperkuat laporan yang diterima.
"Ya, kita akan kumpulkan data dulu karena ini baru masuk. Beliau (Mentan) juga baru mendapatkannya tadi. Kita akan kembangkan dan selidiki lebih lanjut," ujar Burhanuddin kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Senin, 16 Desember.
Burhanuddin menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap kasus ini akan dilakukan tanpa diskriminasi. Semua pihak yang terbukti terlibat akan diproses secara hukum, tanpa terkecuali.
"Pasti, pasti. Anda kan tahu siapa saya, saya tidak akan pandang bulu siapa pun (yang terlibat akan ditindak)," katanya.
Koordinasi antara Jaksa Agung dan Mentan berlangsung di Kantor Kejaksaan Agung untuk membahas lebih rinci dugaan kasus pungli serta peredaran pupuk palsu.
Usai pertemuan, Mentan Andi Amran Sulaiman menjelaskan modus pungli yang terjadi dalam pendistribusian alat dan mesin pertanian (alsintan). Berdasarkan laporan yang diterima, pungli dilakukan oleh oknum tertentu yang meminta fee kepada petani yang seharusnya menerima alat secara gratis.
"Kami menerima keluhan dari beberapa daerah, meskipun belum ada bukti yang dikirimkan secara langsung. Laporan menyebutkan alat mesin pertanian yang kami distribusikan kepada petani terkadang dimintai fee oleh oknum tertentu," ujar Mentan.
Nilai pungli yang diminta bervariasi, mulai dari Rp3 juta untuk alat kecil hingga Rp50 juta per unit untuk alat yang lebih besar.
Padahal, alat dan mesin pertanian ini didistribusikan secara gratis kepada petani, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, untuk mempercepat swasembada pangan. Alokasi anggaran untuk alat pertanian tersebut mencapai Rp10-15 triliun setiap tahunnya.
Selain pungli, Mentan juga menyoroti peredaran pupuk palsu yang sangat merugikan petani. Berdasarkan data Kementan, terdapat 27 perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus ini. Dari jumlah tersebut, empat perusahaan telah diproses hukum, sementara 23 lainnya menjual pupuk yang tidak sesuai standar yang telah ditetapkan.
"Ada pupuk palsu, ini sangat meresahkan petani kita. Dari 27 perusahaan yang diduga terlibat, empat sudah kami serahkan ke penegak hukum," tegas Amran.
Praktik ini tidak hanya merugikan secara finansial tetapi juga berdampak langsung pada produktivitas petani. Total kerugian yang ditimbulkan akibat peredaran pupuk palsu ini diperkirakan mencapai Rp3,2 triliun, dengan dampak merugikan sekitar 100 ribu petani dan keluarganya, atau setara dengan 400 ribu jiwa.
"Pupuk palsu ini sangat menyengsarakan petani kita. Bukan hanya soal kerugian negara, tapi juga merugikan keluarga petani yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian," tambahnya.
Mentan juga mengungkapkan telah mencopot 11 pejabat di Kementerian Pertanian yang terlibat dalam pengadaan pupuk palsu dan praktik pungli. Pejabat-pejabat ini mencakup direktur, pejabat eselon II dan III, hingga staf yang bertanggung jawab dalam proses lelang pengadaan.
"Kami mohon maaf, kami sudah mengambil tindakan dengan menonaktifkan 11 orang mulai hari ini. Kami tidak ingin ada toleransi bagi mereka yang menyalahgunakan kewenangan," ungkapnya.
Burhanuddin dan Amran sepakat bahwa koordinasi antara Kementerian Pertanian dan Kejaksaan Agung sangat penting untuk memastikan pendistribusian alat dan pupuk tepat sasaran. Pengawasan juga akan diperketat untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
BACA JUGA:
"Alat pertanian dan pupuk adalah komponen penting untuk mendukung program swasembada pangan yang dicanangkan Presiden. Oleh karena itu, kita tidak boleh membiarkan tindakan yang merugikan petani ini terus terjadi," pungkas Amran.
Dengan sinergi yang terjalin antara Kementan dan Kejaksaan Agung, diharapkan semua pihak yang terlibat dalam pungli dan peredaran pupuk palsu dapat segera ditindak. Langkah ini penting untuk melindungi petani dan mendukung keberhasilan sektor pertanian Indonesia dalam mencapai target swasembada pangan.