JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menghentikan pengusutan kasus korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Namun, kasus ini memasuki babak baru setelah terbentuknya Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam keterangan videonya, memastikan satgas ini akan berjalan secara transparan. Mereka juga akan menyampaikan hasil kinerjanya sebagai bentuk pemenuhan hak masyarakat.
"Pasti transparan karena ini kan hak masyarakat untuk tahu. Nanti akan ada pemanggilan-pemanggilan kemudian akan diumumkan uangnya, berapa yang bsisa langsung dieksekusi itu seberapa besar. Kita nanti akan transparan ke masyarakat," kata Mahfud pada Senin, 12 April.
Dia kemudian menjelaskan, uang yang harus ditagihkan dalam kasus ini berjumlah sekitar Rp109 triliun. "Itu ada yang berbentuk sertifikat bangunan tapi barangnya mungkin tidak sesuai dengan sertifikat," tegasnya.
"Ada yang baru menyerahkan surat pernyataan tetapi dokumen pengalihannya belum diserahkan ke negara, belum ditandatangani meskipun sudah dipanggil karena masih ada dugaan pidana dan sebagainya itu," imbuh eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
BACA JUGA:
Mahfud MD menyebut nilai bangunan tersebut bisa saja sudah naik sejak menjadi jaminan negara. Sehingga, hal ini akan menimbulkan tafsir apakah barang tersebut menjadi jaminan penuntasan kredit atau aset itu dikuasai oleh negara.
Ke depan, timnya akan mencari kepastian terlebih dulu terkait aset tersebut. "Nah, macam-macam itu harus jelas posisi hukumnya," ungkapnya.
Mahfud menyebut kasus SKL BLBI ini adalah limbah atau peninggalan dari masa lalu. Sebab, kejadian ini berlangsung di tahun 1998 di mana situasi krisis moneter terjadi di Tanah Air.
"Di mana bank harus diselamatkan, nah, sesudah bank diselamatkan lalu diberi dana tahun 2004 itu harus diselesaikan dan di situlah muncul orang yang mendapatkan surat keterangan lunas," ujarnya.
"Jadi ini sudah lama, kami hanya bertugas meneruskan tidak ada disini untuk melindungi orang, memojokkan orang, tidak ada," tambahnya.
Tak ada KPK dalam satgas
Perihal tak masuknya Komisi Pemberantasan Korupsi ke dalam satgas ini, Mahfud juga angkat bicara setelah sempat berpolemik di tengah masyarakat. Kata dia, pemerintah memang tak melibat komisi antirasuah karena dianggap tak tepat.
"Kalau dia, KPK diikutkan tidak tepat. Pertama, itu karena KPK lembaga penegak hukum pidana," katanya.
Alasan kedua, meski KPK masuk ke dalam lembaga rumpun eksekutif tapi dia bukan dari pemerintah. Dia mencontohkan, posisi KPK sama seperti Komnas HAM yang ada di luar pemerintahan.
Karena itu, pemerintah lebih memilih tidak melibatkan KPK demi mencegah adanya anggapan-anggapan tak tepat di tengah masyarakat. "Dia kalau masuk tim kita nanti dikira disetir, dikooptasi, dan sebagainya," tegasnya.
"Biar dia bekerjalah. Kalau ada korupsinya dari kasus ini, nanti bisa dia ikut, bisa tetap diawasi," imbuhnya.
Meski tak melibatkan KPK, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini sudah melakukan koordinasi perihal pembentukan Satgas Penanganan Hak Tagih BLBI. Sebab, komisi antirasuah dianggap memiliki data pelengkap terhadap kasus ini.
"Saya sudah berkoordinasi dengan KPK. Saya perlu data-data pelengkap dari KPK karena tentu KPK punya data-data lain di luar soal hukum perdata yang bisa ditagihkan dan digabungkan ke perdata karena pidananya sudah diusut. Hari Selasa besok saya akan ke KPK," ungkapnya.
Melihat lagi isi Keppres Satgas Hak Tagih BLBI
Dalam Keppres yang ditetapkan pada 6 April ini, satgas tersebut bertujuan melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien, berupa upaya hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya, serta merekomendasikan perlakuan kebijakan terhadap penanganan dana BLBI.
Satgas tersebut terdiri atas pengarah dan pelaksana.
Pengarah memiliki tugas:
a. Menyusun kebijakan strategis dalam rangka percepatan penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset BLBI;
b. Mengintegrasikan dan menetapkan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan strategis dan terobosan yang diperlukan dalam rangka percepatan penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset BLBI
c. memberikan arahan kepada Pelaksana dalam melaksanakan percepatan penanganan dan pemulihanhak tagih negara dan aset BLBI; dan
d. Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan percepatan penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset BLBI.
Sedangkan pelaksana memiliki tugas:
a. Melakukan inventarisasi dan pemetaan hak tagih negara dan aset properti BLBI;
b. Melaksanakan kebijakan strategis, langkah-langkah penanganan serta terobosan yang diperlukan dalam rangka penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset properti BLBI;
c. Dalam hal diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang memerlukan terobosan dalam rangka penyelesaian penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset properti BLBI,menyampaikan rekomendasi pengambilan kebijakan baru kepada Pengarah;
d. Melakukan upaya hukum dan/atau upaya lainnya yang efektif dan efisien bagi penyelesaian, penanganan, dan pemulihan hak tagih negara dan aset properti BLBI;
e. Meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan antar kementerian / lembaga; dan
f. Melakukan koordinasi dan mengambil langkah-langkah penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengarah terdiri atas:
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi;
Menteri Keuangan;
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
Jaksa Agung; dan
Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Pelaksana terdiri dari:
Ketua Satgas: Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan
Wakil Ketua Satgas: Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung
Sekretaris: Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Anggota:
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Deputi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu
Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
Deputi Bidang Intelijen Pengamanan Aparatur Badan Intelijen Negara dan
Deputi Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
"Ketua Satgas melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada pengarah sesuai dengan kebutuhan dan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan selaku pengarah paling sedikit 1 kali setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan," demikian disebutkan dalam beleid tersebut.