YOGYAKARTA - Selain populer karena wisatanya yang indah, Bali juga dikenal sebagai pulau seribu Pura. Terdapat banyak pura peribadatan umat Hindu yang tersebar setiap penjuru di Bali. Salah satu pura yang berusia tua dan diagungkan adalah Pura Puncak Penulisan Bali.
Pura-pura di Bali masih terawat dengan baik dan menjadi tempat peribadatan rutin umat Hindu setempat. Masyarakat disana sangat menjaga nilai-nilai kepercayaan yang luhur dan penuh keharmonisan. Pura Puncak Penulisan Bali menjadi salah satu bukti bahwa tradisi dan budaya di sana masih berjalan dengan kuat.
Pura Puncak Penulisan memiliki sejarah panjang dan berperan penting dalam kehidupan spiritual masyarakat di sana. Lantas seperti apa asal-usul Pura Puncak Penulisan Bali dan fakta-faktanya yang menarik untuk diketahui?
Dimana Lokasi Pura Puncak Penulisan?
Pura Puncak Penulisan berlokasi di Desa Sukawana, Kintamani, Bangli. Pura sakral ini terletak di ketinggian sekitar 1.745 meter di atas permukaan laut (mdpl). Bertempat di area pegunungan, pura ini menawarkan pemandangan indah, udara sejuk, dan suasana hening. Pura ini menjadi tempat yang cocok untuk meningkatkan spiritual dan ritual semadi.
Akses menuju Pura Puncak Penulisan sangat strategis karena berada di pinggir jalan Kintamani Kubutambahan. Untuk ke lokasi ini sangatlah mudah, yakni hanya membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dari Denpasar menggunakan kendaraan roda dua maupun mobil.
Sejarah Pura Puncak Penulisan Bali
Pura Puncak Penulisan termasuk dalam salah satu pura tertua di Bali yang menyimpan kisah sejarah yang unik dan nilai-nilai luhur. Pura yang berada di dataran tinggi ini merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa, salah satu dewa yang diutamakan dalam ajaran Hindu.
Berdasarkan sejarahnya, Pura Puncak Penulisan dibangun sejak zaman Megalitikum atau sekitar abad ke-3 Masehi. Pembangunan pura ini kemudian dilanjutkan pada abad ke-10 hingga abad ke-14 masehi, yaitu di masa kerajaan Bali Kuno seperti Warmadewa dan Majapahit.
Pura ini dikenal juga dengan sebutan Pura Tegeh Koripan yang bermakna tempat kehidupan yang kokoh dan luhur. Selain itu, pura ini juga disebut Pura Pamojan atau Panah Raja yang berarti tempat berkumpulnya para raja melaksanakan tapa yoga atau meditasi. Nama lain pura ini adalah Pura Ukir Padelengan yang merujuk pada pura dengan ukiran-ukiran indah.
Salah satu hal yang membedakan Pura Puncak Penulisan dengan yang lain adalah arsitekturnya yang khas dan unik. Dibangun berdasarkan konsep Gunung Suci, pura ini dirancang menyerupai bukit atau piramida bertingkat. Pura ini terdiri dari tujuh tingkatan yang melambangkan Sapta Loka atau tujuh alam dalam ajaran Hindu.
Setiap tingkat pura ini dihubungkan oleh tangga dan memiliki pelinggih atau tempat pemujaan berbeda-beda. Tingkat pertama dan kedua terdapat pelinggih untuk memuja Dewa Brahma dan Dewa Wisnu. Tingkat ketiga digunakan untuk pemujaan Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Tingkat keempat menjadi tempat pelinggih Dewa Ganesha dan Dewi Saraswati.
Pada tingkat kelima, pelinggih didedikasikan untuk Dewa Surya dan Dewi Chandra. Tingkat keenam digunakan untuk pemujaan Dewa Indra dan Dewi Laksmi. Sementara itu, tingkat ketujuh menjadi tempat pelinggih utama yang diperuntukkan bagi Dewa Siwa Mahadewa.
Di sekitar area pura, ditemukan berbagai peninggalan bersejarah dari masa Megalitikum hingga era Hindu-Buddha. Beberapa diantaranya berupa arca-arca batu andesit yang menggambarkan dewa-dewi, raja, hewan, serta manusia.
BACA JUGA:
Demikianlah ulasan sejarah Pura Puncak Penulisan dan sisi-sisi menarik dari pura bersejarah ini. Bagi Anda yang tertarik dengan sejarah dan budaya, pura ini menjadi salah satu tujuan wajib untuk dikunjungi ketika di Bali. Baca juga
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI. Kami menghadirkan info terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.