Bagikan:

JAKARTA – Keberadaan tambang rakyat di Indonesia semakin menimbulkan kekhawatiran, terutama terkait dampaknya pada rantai pasokan minyak nasional.

Demikian hal ini disampaikan Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Ucok Sky Khadafi dalam diskusi publik “Sengkarut Illegal Drilling dan Ilegal Refiner” yang diadakan oleh komunitas “Suara Netijen+62”, Jakarta, Kamis, 14 November.

Ucok menyoroti bahwa tambang rakyat yang beroperasi tanpa izin dapat mengancam stabilitas distribusi minyak yang selama ini dikelola oleh Pertamina.

“Jika tambang rakyat semakin banyak, jalur distribusi resmi bisa terganggu, dan ini tentu berisiko bagi Pertamina sebagai pemasok minyak utama di Indonesia,” ujar Ucok.

Ia menekankan pentingnya peraturan yang tegas untuk mengontrol dan menertibkan tambang rakyat demi menjaga kelancaran rantai pasok nasional. Karena itu, ia mendukung adanya kebijakan yang memperketat pengawasan dan izin tambang agar praktik ilegal dapat diminimalkan.

Pendapat yang hampir sama juga disampaikan Pengamat Ekonomi Anthony Budiawan. Ia mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 10.000 sumur tambang ilegal di Indonesia yang menghasilkan hingga 25.000 barel per hari. Hal ini setara dengan 5% dari total pendapatan sektor pertambangan nasional.

Anthony menambahkan perlunya dukungan pemerintah daerah dalam melindungi dan memberdayakan pengusaha lokal agar sumber daya alam dapat digunakan sesuai amanat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

Wawan Purnama dari Mabes Polri juga membagikan perspektifnya terkait kendala dalam mengawasi tambang ilegal yang berada di wilayah terpencil. Menurutnya, akses sulit dan keterbatasan informasi sering menghambat aparat dalam melakukan penindakan. Meski demikian, ia mengapresiasi peran masyarakat setempat yang aktif melaporkan aktivitas mencurigakan melalui bhabinkamtibmas.