JAKARTA - Polda Banten menahan lima pelaku pengeroyokan menggunakan senjata tajam akibat sengketa lahan yang terjadi di salah satu perumahan di Kota Serang.
Direskrimum Polda Banten AKBP Dian Setyawan menyebutkan para tersangka pelaku penganiayaan ialah AJ (57), UC (39), TM (70), NR (34) dan MD (60).
Dian mengatakan konflik tersebut bermula dari dua kepemilikan atas satu bidang tanah di Jalan Syech Nawawi Al Bantani.
Pihak pemilik tanah yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yakni DJ, dan yang memiliki Akta Jual Beli (AJB) yakni Neneng Aisyah selaku pihak perumahan PT BMP.
“Awalnya, pada 27 Oktober pihak DJ yang memiliki SHM akan membangun pondasi pagar. Tetapi dilarang oleh sekuriti, karena Neneng memiliki AJB atas tanah tersebut, sehingga terjadi sedikit keributan,” ujar Dian.
Dian menjelaskan ada unsur pengancaman oleh DJ dari kegiatan tersebut, yang mengklaim bawah tanah yang dibangun pagar di atasnya merupakan tanah milik keluarganya.
Keributan tersebut dapat dimediasi oleh Provos Polda Banten, dan dibuat surat kesepakatan yang intinya kedua belah pihak menahan diri, serta tidak melanjutkan pembangunan sampai ada pertemuan kedua belah pihak.
Dian mengatakan pada 3 November, DJ tetap melanjutkan pembuatan pondasi pagar tersebut.
“Tapi seminggu selanjutnya tetap memaksakan melakukan pembangunan pondasi pagar tersebut. Sehingga pihak sekuriti kembali datang melakukan larangan-larangan, terjadi cek cok mulut dan terjadi kegiatan penganiayaan tersebut,” kata Dian.
BACA JUGA:
Korban Neneng kemudian membuat laporan di Polda Banten, dengan pelapor adalah ED selaku sekuriti perumahan BMP. Para pelaku pengeroyokan kemudian dibawa ke kantor Polda Banten, dan ditetapkan sebagai tersangka usai pemeriksaan.
Pada lima tersangka penganiaya itu ditemukan barang bukti satu bilah golok, dan sebatang kayu panjang sebagai alat serangan.
“Jadi ini murni bukan kriminalisasi seperti yang diklaim secara sepihak. Berdasarkan fakta, salah satu pelaku mengancam sekuriti pakai parang, ada yang memukul pakai kayu,” kata dia.
Kelima tersangka tersebut dijerat Pasal 2 Undang-Undang Darurat RI nomor 12 tahun 1951, Pasal 170 KUHP, dan Pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman pidana paling lama hingga 10 tahun penjara.