JAKARTA - Bareskrim Polri menetapkan mantan Direktur Umum PT Pertamina, Luhur Budi Djatmiko, sebagai tersangka korupsi pembelian tanah di Komplek Rasuna Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam kasus tersebut, kerugian negara yang ditimbukan mencapai Rp348 miliar.
"LBD selaku Direktur Umum PT. Pertamina (Persero) tahun 2012 sampai dengan 2014 sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pembelian tanah," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa kepada VOI, Kamis, 7 November.
Kasus dugaan korupsi itu diawali dengan penyusunan anggaran dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT. Pertamina (Persero) pada 2013 dengan nilai sebesar Rp2,07 triliun.
Anggaran tersebut diperuntukan membeli tanah yang direncanakan untuk pembangunan Gedung Pertamina Energy Tower (PET) sebagai perkantoran PT. Pertamina serta seluruh anak perusahaannya di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan
Kemudian, pembelian tanah dilakukan pada Juni 2013 sampai dengan Februari 2014. Totalnya 4 lot yang terdiri dari 23 bidang tanah dengan total luas sebesar 48.279 meter persegi dari PT. SP dan PT. BSU.
"Pembelian tanah dengan harga sebesar Rp.35.000.000 meter persegi diluar pajak dan jasa Notaris-PPAT yang totalnya sebesar Rp.1.682.035.000.000," ucapnya
Tapi, padan proses pembelian tanah yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero), diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum atau tidak mendasari kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Sehingga, terjadi kerugian negara yang didasari adanya pemahalan harga dan pengeluaran atau pembayaran yang tidak seharusnya, yaitu aset berupa jalan milik Pemerintah Propinsi DKI Jakarta seluas 2.553 meter persegi.
"Dari rangkaian proses pekerjaan tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp348.691.016.976," ungkap Arief.
Sementara dalam penanganan kasus dugaan korupsi tersebut didasari adanya laporan polisi (LP) yang teregister dengan nomor LP/250/II/2018/Bareskrim, tertanggal 19 Februari 2018.
Dengan dasar itu, sebanyak 84 saksi dan 5 ahli telah diperiksa. Kemudian, pengumpulan ratusan barang barang bukti.
BACA JUGA:
"Pengumpulan dokumen terkait serta melakukan penyitaan sebanyak 612 dokumen," kata Arief.
Sehingga, berdasarkan hasil gelar perkara Luhur Budi Djatmiko ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik mempersangkakannya dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.