Bagikan:

JAKARTA – Ketua IM57+ Institute, Praswad Nugraha menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) inkonsisten dalam menyikapi kasus dugaan gratifikasi pesawat jet pribadi yang ditumpangi Kaesang Pangarep ke Amerika Serikat.

Menurutnya, logika yang disampaikan KPK bahwa Kaesang bukan penyelenggara negara dan sudah terpisah dari orang tuanya, yakni Joko Widodo tidak berdasar. Sebab, kasus Kaesang ini tidak berbeda dengan kasus yang menjerat Rafael Alun dan Andi Pramono yang menerima gratifikasi melalui saudara atau kerabat keluarga masing-masing.

“Ini menjadi bukti KPK inkonsisten dalam menangani kasus gratifikasi. Kasus ini sama dengan Rafael Alun maupun Andi Pramono di mana juga pemberian gratifikasinya melalui saudara dan kerabat keluarga mereka, dan mereka sudah menjadi tersangka di KPK dengan kasus gratifikasi,” ujar Praswad, Minggu 3 November 2024.

Dia menjelaskan, tanggung jawab penyenggara negara tidak memutus hubungan keluarga, terlihat dengan banyaknya kasus-kasus yang sudah ditangani oleh KPK terkait dengan penyelenggara negara itu juga melibatkan atau memiliki afiliasi dengan kerabat yang sudah berkeluarga.

Kaesang Pangarep turun dari pesawat jet pribadi yang ditumpangi ke Amerika Serikat. (Ist)
Kaesang Pangarep turun dari pesawat jet pribadi yang ditumpangi ke Amerika Serikat. (Ist)

Karena itu, KPK tidak bisa hanya melihat dari sisi formalitas Kaesang ada di satu KK atau tidak dengan Jokowi, tetapi harus menilai adanya potensi koneksi dari pihak yang memfasilitasi private jet tersebut. “Bukan hanya dalam konteks Ayah Kaesang sebagai seorang presiden, juga Kakak Kaesang juga penyelenggara negara di kota Solo yaitu menjabat sebagai Wali Kota,” imbuhnya.

Terlebih, ada dugaan pemilik pesawat jet yang digunakan Kaesang memiliki bisnis di wilayah Kota Solo dan penyediaan jet ini diduga tidak hanya sekali namun sudah berkali-kali. Karena itu, KPK seharusnya melakukan proses penyelidikan kasus ini, bukan sekadar hanya mengatur tentang bagaimana kemudian menjadi klarifikasi yang rasional atau tidak rasional.

“Harus dilakukan pencarian alat bukti melalui proses penyelidikan di Deputi Penindakan, mengingat penyelenggara negara yang terkait baik presiden maupun Wali Kota Solo tidak pernah melaporkan dan menjelaskan mengenai penyediaan pesawat jet pribadi. Sesuai peraturan, gratifikasi yang tidak dilaporkan penyelenggara negara otomatis dianggap sebagai suap sehingga KPK wajib membuka sprint lidik untuk melakukan penyelidikan mencari peristiwa tersebut ada atau tidaknya peristiwa suap tersebut,” tegas Praswad.