JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tak mesti menerima aliran dana.
Perihal itu disampaikan guna menanggapi anggapan penetapan eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai tersangka terkesan terburu-buru.
"Ya inilah yang sedang kita dalami, karena untuk menetapkan sebagai tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar dikutip Jumat, 1 November.
Alasannya, pada Pasal 2 Undang-Undang tindak pidana korupsi (tipikor) disebutkan pihak yang memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi yang menyebabkan kerugian negara dapat diancam pidana tersangka.
Pun pada Pasal 3 juga disebutkan soal penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, sarana, maupun jabatan, untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi, dapat dipidana.
"Artinya di dalam 2 pasal ini, seseorang tidak harus mendapatkan keuntungan. ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yg ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana," beber Qohar.
Tetapi, ditegaskan penyidik akan mendalami kemungkinan adanya fee atau keuntungan yang diterima Tom Lembong dari diterbitkannya izin impor gula.
"Penyidikan untuk tersangka kemarin baru dua hari, itu sedang kita dalami," kata Qohar.
Dalam perkara dugaan korupsi impor gula, Tom Lembong yang saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan mengizinkan impor gula sebanyak 105 ribu ton kepada perusahaan swasta.
BACA JUGA:
Keputusan Tom Lembong itu telah melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004. Pada aturan itu, hanya perusahaan BUMN yang diperbolehkan mengimpor gula.
Dalam kasus ini, Tom Lembong dipersangkakan dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2021 Juncto Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindakan Pidana Korupsi Juncto pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHAP.