MATARAM - Penyidik Polresta Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengagendakan pemeriksaan saksi secara maraton kasus dugaan korupsi dalam kegiatan sewa alat berat milik Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Lombok pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) NTB.
Kepala Satreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama mengatakan, pihaknya telah menindaklanjuti agenda tersebut dengan melayangkan surat panggilan kepada para saksi.
"Agenda pemeriksaan maraton akan kami mulai pada pekan ini," kata Yogi di Mataram, Antara, Rabu, 30 Oktober.
Dia menjelaskan, nama-nama saksi yang masuk agenda awal pada pekan ini berasal dari Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Lombok pada Dinas PUPR NTB.
"Totalnya enam orang saksi dari balai, termasuk mantan Kadis PUPR NTB, itu dulu untuk pekan ini," ujarnya.
Selain dari balai, pihak yang masuk dalam agenda pemeriksaan maraton ini berasal dari Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, termasuk pihak penyewa bernama Fendy asal Kediri, Kabupaten Lombok Barat, yang berdomisili di Kabupaten Lombok Timur.
Dalam tahap penyidikan ini, Polresta Mataram belum mengungkap peran tersangka. Yogi memastikan agenda pemeriksaan ini bagian dari upaya mengungkap hal tersebut.
"Untuk audit kerugian, kami akan meminta dukungan dari inspektorat, tetapi itu nanti setelah saksi-saksi selesai," ucap dia.
Perihal alat berat yang masuk dalam objek sewa dipastikan Yogi masih dalam pencarian penyidik di lapangan. Dia meyakini bahwa keberadaan dari truk jungkit dan mesin pengaduk semen yang belum tersita diketahui oleh Fendy.
"Jadi, poinnya ini ada Fendy si penyewa, kalau dia sudah ketemu, pasti sisa barang bukti bisa kami dapatkan," ucap dia.
Untuk ekskavator, Yogi memastikan bahwa tindak lanjut penyitaan pada Senin (21/10), di Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, kini sudah berada di kantor Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Lombok pada Dinas PUPR NTB.
"Tindak lanjut sita pekan lalu itu, posisi ekskavator sekarang sudah kami titip ke kantor balai di Ampenan, Kota Mataram, statusnya masih barang bukti kasus," kata Yogi.
Dalam penanganan kasus ini penyidik telah mengantongi potensi kerugian keuangan negara dengan nilai sedikitnya Rp3 miliar. Nilai kerugian itu muncul dari kalkulasi sewa yang dimulai sejak tahun 2021 hingga Juli 2024.
SEE ALSO:
Yogi turut memastikan pihaknya meningkatkan status penanganan ke tahap penyidikan usai menemukan indikasi perbuatan melawan hukum dari proses klarifikasi data dan keterangan para pihak terkait.