Bagikan:

YOGYAKARTA - Ribuan santri dari berbagai wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi Markas Polda (Mapolda) DIY, Sleman, Selasa 29 Oktober.

Mereka menuntut penuntasan kasus penusukan dua santri Ponpes al-Munawwir Krapyak Yogyakarta pada Rabu 23 Oktober.

Massa yang terdiri atas kalangan santri pondok pesantren, jajaran Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY, PW Ansor DIY, Muslimat, Fatayat, hingga IPNU-IPPNU berdatangan mulai pukul 09.00 WIB menggunakan sepeda motor, serta bus.

"Kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera menangkap semua pelaku, memprosesnya secara hukum, dan menyeretnya ke pengadilan guna mempertanggungjawabkan perbuatan mereka," kata koordinator aksi Abdul Muiz saat menyampaikan orasinya di halaman Mapolda DIY, disitat Antara.

Selain itu, Muiz juga meminta peraturan daerah (Perda) DIY tentang pengendalian, pengawasan minuman beralkohol, serta pelarangan minuman oplosan segera ditinjau ulang dan revisi.

"Agar lebih efektif dalam mencegah tindak kriminal yang disebabkan oleh konsumsi miras," kata Ketua PW Ansor DIY ini.

Di tengah massa aksi itu, Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan menyatakan dirinya bertanggung jawab penuh atas penuntasan kasus itu.

"Kejadian kemarin sungguh mengagetkan kami, dan yang pertama saya menyampaikan rasa simpati dan perasaan menyesal atas peristiwa itu dan saya menyatakan tanggung jawab atas peristiwa tersebut," ujar Suwondo.

Suwondo menuturkan bahwa pada awal penanganan setelah kejadian, polisi berhasil menangkap dua orang pelaku dan kemudian bertambah lagi menjadi lima orang.

Kemudian dari pemeriksaan lima orang tersebut, pada Senin 28 Oktober malam, jajarannya kembali menangkap seorang yang diduga mengumpulkan para pelaku.

"Dan yang lebih alhamdulillah, pelaku yang melakukan penusukannya tertangkap tadi malam pukul 23.00 WIB," ujar dia.

Terkait detail hasil penanganan kasus itu, Suwondo berjanji segera memaparkan melalui konferensi pers pada Selasa 29 Oktober sore.

"Kami tidak bisa langsung rilis, masih ada prosedur yang harus dilalui karena ini menyangkut nasib orang. Kami perlu waktu, dan kami janji, nanti sore akan kami rilis para pelakunya," ujar dia.

Ketua PWNU DIY KH. Zuhdi Muhdlor menuturkan, kedatangan ribuan santri ke Polda DIY bukan untuk unjuk kekuatan, akan tetapi untuk menyampaikan dukungan agar kepolisian segera menuntaskan penanganan kasus penusukan dua santri.

"Kita bukan untuk 'show of force', tapi 'show of love' kepada Pak Kapolda. Terima kasih sekali Pak Kapolda dan jajaran kepolisian di DIY yang telah memenuhi tuntutan-tuntutan kita," kata dia.

Zuhdi menyebut kasus penusukan dua santri Ponpes Krapyak tersebut menjadi kado yang menyakitkan di tengah suasana peringatan Hari Santri 2024.

Akan tetapi, dia mengapresiasi jajaran Polda DIY yang tanggap dan sigap melakukan penindakan hingga menangkap satu per satu terduga pelaku penusukan.

"Kami berterima kasih atas penangkapan para pelaku dan kami siap bekerja sama untuk proses selanjutnya. Kepada Gubernur DIY, kami menyampaikan terima kasih atas respon cepat dalam koordinasi dengan Pemkab dan Pemkot," ujar dia.

Aksi damai itu ditutup dengan pembacaan selawat, doa bersama, pembacaan sumpah pemuda, dan kemudian massa aksi membubarkan diri secara tertib.

Diketahui, kasus penusukan tersebut terjadi pada Rabu 23 Oktober di Jalan Prawirotaman, Mergangsan, DI Yogyakarta.

Kasi Humas Polresta Yogyakarta AKP Sujarwo menjelaskan peristiwa itu bermula ketika serombongan remaja yang berjumlah sekitar 25 orang sedang bersantai di kawasan itu.

Pada saat itu, mereka sedang mengonsumsi minuman keras di sebuah kafe di sisi timur Jalan Parangtritis, Brontokusuman, Yogyakarta.

Kemudian, beberapa orang dari rombongan tersebut menghampiri tempat orang yang berjualan sate dan melakukan penusukan dengan senjata tajam terhadap pembeli sate. Usai melakukan penusukan, rombongan langsung meninggalkan lokasi.

Peristiwa penusukan ini mengakibatkan dua orang korban yang merupakan santri Pondok Pesantren Krapyak, mengalami luka. Korban pertama berinisial SF (19), seorang santri asal Rembang, Jawa Tengah. Ia mengalami luka robek di perut bagian kiri dan mendapatkan tiga jahitan.

Korban kedua berinisial MA (23), seorang santri asal Pati, Jawa Tengah. Korban menderita luka pada bagian kepala, tangan, dan kaki akibat pukulan benda keras