Bagikan:

JAKARTA - Masyarakat di sejumlah daerah melakukan penolakan adanya pemakaman pasien positif virus corona atau COVID-19. Penolakan ini didasari karena mereka tak ingin tertular virus tersebut.

Psikolog Universitas Indonesia Kassandra Putranto menganggap, penolakan ini karena minimnya edukasi dan informasi terhadap penanganan jenazah pasien terkait COVID-19. Padahal, pemerintah sudah melakukan prosedur dalam menangani jenazah ini.

"Sebagian mungkin takut karena wawasan dan kompetensi masyarakat terbatas," ucap Kassandra kepada VOI, Rabu, 1 April.

Aksi penolakan seperti ini juga diperkuat karena penyebaran berita bohong. Berita bohong tersebut membuat ketakutan berlebih bagi masyarakat. "Selain juga karena dampak hoaks. Panik dan cemas umumnya karena berpikir negatif," tegas Kassandra.

Menambahkan, Sosiolog Bayu A. Yulianto menyebut, sosialisasi terkait tata cara pemakaman jenazah COVID-19 memang sudah disampaikan oleh pemerintah. Tapi, informasi yang disampaikan hanya berhenti dan tak sampai ke masyarakat daerah.

"Tidak ada sosialisasi sebelumnya dari pemerintah ke warga di pemukiman sekitar pemakaman, bahwa akan ada jasad positif COVID-19 yang dimakamkan di situ. Sehingga pengetahuan warga menjadi minim, lalu muncul penolakan ketika mereka tau ada jasad COVID-19 yang akan dimakamkan di situ," papar Bayu.

Dia menyarankan pemerintah pusat maupun daerah memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat terkait COVID-19. Selain itu, jika memungkinkan, pemerintah perlu menyediakan tempat pemakaman khusus bagi mereka yang meninggal akibat terjangkit COVID-19.

"Pemerintah juga bisa membuat satu pemakaman khusus untuk warga sehingga lebih mudah dalam proses penguburannya," tandas Bayu.

Menteri Agama Fachrur Razi sudah menjelaskan soal jenazah pasien positif COVID-19 akan diurus oleh tim medis dari rumah sakit rujukan yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Sedangkan untuk pemakamannya, bisa dilakukan oleh pihak keluarga setelah mendapat arahan dari rumah sakit tersebut.

"Petugas pemakaman tersebut harus memakai alat pelindung diri untuk petugas kesehatan semacam jas hujan plastik, kemudian dimusnahkan selesai pemakaman," kata Fachrur beberapa waktu lalu.

Bagi yang beragama Islam, pengurusan jenazah tentunya tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku sambil tetap menyesuaikan tata caranya sesuai dengan petunjuk rumah sakit. 

"Untuk pelaksanaan salat jenazah, dianjurkan dilakukan di RS rujukan. Jika tidak, salat jenazah bisa dilakukan di masjid yang sudah dilakukan proses pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh dan salat pun dilakukan tanpa menyentuh jenazah," paparnya.

Selain itu, ada beberapa petunjuk teknis dari Fahcrur terkait penanganan jenazah pasien virus corona, seperti menggunakan pakaian pelindung lengkap dengan sarung tangan dan masker, tidak makan dan minum di ruang penyimpanan jenazah ataupun area melihat jenazah, menghindari kontak langsung, mencuci tangan dengan sabun atau hand-sanitizer berbahan alkohol dan menutup luka dengan plester atau perban.

Sebelum dimakamkan, jenazah dengan penyakit infeksi akan dilakukan disinfeksi atau menyemprotkan cairan klorin pada jenazah dan petugas medis, tujuannya untuk menghindari penyebaran virus.

Untuk penguburan jenazah, Menag menganjurkan lokasi penguburan harus 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum dan berjarak 500 meter dari pemukiman terdekat.

Jenazah bisa dikuburkan dengan kedalaman 1,5 meter kemudian ditutup dengan tanah setinggi satu meter. Jika terdapat jenazah lainnya yang hendak dikubur, sebaiknya jenazah pasien COVID-19 dikubur di area terpisah. Selanjutnya tanah perkuburan harus diurus dengan hati-hati.

Sementara untuk jenazah yang ingin dikremasi, lokasi kremasi harus dilakukan sekitar 500 meter dari pemukiman terdekat. Kremasi juga baiknya tak dilakukan pada beberapa jenazah sekaligus, tujuannya untuk mengurangi polusi asap.

Sedangkan untuk alat-alat yang sudah selesai digunakan seperti bahan, zat kimia, ataupun alat pelindung diri yang digunakan selama proses pemakaman dapat dibuang di tempat yang aman ataupun dibakar. Kemudian proses disinfeksi harus kembali dilakukan oleh petugas medis ataupun barang yang digunakan dalam proses perawatan jenazah.

"Perawatan jenazah dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular. Namun, selama dilakukan sesuai prosedur keamanan dan kebersihan, perawatan jenazah justru dapat membantu mencegah penularan penyakit lebih lanjut," kata Fachrur.