Bagikan:

YOGYAKARTA - Sejarah Akmil atau Akademi Militer Magelang berawal sejak masa awal kemerdekaan dan sudah menghasilkan alumni seperti Prabowo Subianto dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Pada tanggal 24 Oktober 2024 atau hari ini, menteri-menteri Kabinet Merah Putih yang baru saja dilantik akan menjalani pembekalan di Akademi Militer (Akmil) Magelang.

Seperti yang dilansir VOI, pembekalan di Akademi Militer (Akmil) Magelang dilakukan dengan tujuan menyamakan visi dan langkah-langkah yang akan dijalankan oleh jajaran kabinet Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam 100 hari ke depan. Selama retret yang dilaksanakan selama tiga hari tersebut, para menteri diharapkan memahami program-program yang harus dijalankan serta memperkuat solidaritas di antara mereka untuk mendukung kinerja pemerintah.

Akademi Militer atau Akmil. (ANTARA/Rio Feisal)

Sejarah Akmil (Akademi Militer) Magelang

Pembentukan MA di Jogja (1945)

Akademi ini dibentuk tanpa persiapan matang, hanya mengandalkan semangat dan tekad untuk mencetak perwira-perwira angkatan bersenjata. MA Jogja didirikan di gedung bekas Christelijke MULO (Sekolah Menengah Kristen) yang berlokasi di Kotabaru. Fasilitas yang tersedia pun sangat terbatas. Mereka belajar di gedung bekas dan memanfaatkan perlengkapan yang sederhana. Walaupun kesulitan, semangat para taruna tetap terjaga.

Pada tanggal 31 Oktober 1945, Akademi Militer dibentuk di Jogja dengan nama Militaire Academie (MA). Hal tersebut dilakukan atas perintah Letnan Jenderal TNI Oerip Soemohardjo. Ketika itu, Indonesia sedang berada dalam masa revolusi.

Proses pembelajaran berlangsung dalam keadaan serba kekurangan. Meja dan kursi belum tersedia, dan mereka diharuskan tidur di atas tikar. Adapun untuk pakaian seragam, mereka menggunakan kain tenun lokal yang sederhana. Pengalaman ini akhirnya membentuk karakter dan semangat juang yang tinggi bagi para taruna. Dalam keadaan sulit, para instruktur berjuang keras untuk memberikan pendidikan dan pelatihan untuk mereka. Hal inilah yang selanjutnya menjadi fondasi bagi Akademi Militer yang akan datang.

Penutupan dan Peralihan (1950)

Setelah meluluskan dua angkatan, pada tahun 1950 MA Jogja ditutup untuk sementara. Keputusan ini diambil atas alasan teknis. Taruna angkatan ketiga selanjutnya meneruskan pendidikan mereka di Akademi Militer Kerajaan di Breda, Belanda.

Selama periode tersebut, berbagai Sekolah Perwira Darurat didirikan di beberapa lokasi seperti Malang dan Salatiga. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Angkatan Darat yang terus berkembang.

Meskipun MA Jogja ditutup, upaya untuk mendidik perwira tidak berhenti di situ saja. Sekolah-sekolah perwira lainnya pun muncul di berbagai daerah sebagai jaminan pasokan perwira yang diperlukan oleh TNI AD. Namun, kebutuhan Akademi Militer yang permanen semakin mendesak.

Pembentukan AMN di Magelang (1957)

Setelah melewati berbagai proses, Akademi Militer Nasional (AMN) kembali dibuka di Magelang pada tanggal 11 November 1957. Peresmian ini dilakukan oleh Presiden Soekarno sebagai kelanjutan dari MA Jogja.

Taruna yang diterima pada tahun tersebut dinyatakan sebagai Taruna angkatan keempat. Pembukaan AMN di Magelang menjadi tanda dari langkah penting dalam sejarah pendidikan militer di Indonesia. Dengan adanya akademi yang permanen, pendidikan militer bisa dilakukan dengan lebih terencana.

Setelah pembukaan, fasilitas dan kurikulum pun mulai ditingkatkan. Proses pendidikan di AMN Magelang menjadi lebih terstruktur daripada saat di Jogja. Para instruktur yang berpengalaman diangkat untuk memberikan pengajaran ilmu militer kepada taruna. Mereka memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi perwira yang berkualitas. Selain itu, berbagai alat dan perlengkapan juga mulai dibenahi dan ditingkatkan.

Para taruna yang tergabung di AMN Magelang mendapatkan pendidikan yang lebih komprehensif. Tidak hanya belajar tentang taktik dan strategi militer, mereka juga mempelajari ilmu pengetahuan umum yang relevan. Hal ini membuat mereka lebih siap menghadapi tantangan di lapangan.

Integrasi dan Perubahan Nama (1961-1984)

Pada tahun 1961, AMN Magelang diintegrasikan dengan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) Bandung. Integrasi ini bertujuan untuk memusatkan pendidikan militer dan membangun sinergi antara kedua institusi. Dengan integrasi tersebut, pelatihan perwira bisa dilakukan dengan lebih efektif. Sumber daya dan fasilitas dapat digunakan secara maksimal untuk menambah kualitas pendidikan.

Pada 16 Desember 1965, semua akademi angkatan diintegrasikan menjadi Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Dengan reorganisasi ini, pendidikan militer semakin terencana dan terfokus. Hal tersebut juga memudahkan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di berbagai angkatan. Meskipun mengalami banyak perubahan, tujuan utama untuk mencetak perwira yang berkualitas tetap menjadi prinsip utama.

Namun, pada tanggal 14 Juni 1984, AKABRI Bagian Darat diubah menjadi Akademi Militer (AKMIL). Perubahan ini mengembalikan fokus pada pendidikan perwira angkatan darat secara khusus. Akademi Militer mulai populer sebagai lembaga yang menghasilkan perwira-perwira tangguh dan terampil. Penekanan pada kualitas pendidikan pun semakin diperkuat.

Pemisahan dan Perubahan TNI (1999)

Pada 1 April 1999, perkembangan lebih lanjut terjadi. Polri resmi terpisah dari angkatan lainnya. Perubahan ini menandai perubahan besar dalam struktur TNI. ABRI mengalami perubahan nama menjadi TNI, yang lebih mengutamakan identitas masing-masing angkatan. Dengan pemisahan ini, Akademi Kepolisian juga memisahkan diri dari AKABRI.

Akademi TNI terdiri dari tiga akademi, yaitu AKMIL, AAL (Akademi Angkatan Laut), dan AAU (Akademi Angkatan Udara). Masing-masing akademi mempunyai tujuan dan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan angkatan mereka, sehingga pendidikan militer menjadi lebih spesifik dan terfokus. Sejak saat itu, Akademi Militer Magelang terus berkomitmen untuk mencetak generasi perwira yang berkualitas.

Demikianlah ulasan mengenai sejarah Akmil. Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.