Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pengesahan kepengurusan DPP PDI Perjuangan masa bakti 2019–2024 yang diperpanjang hingga tahun 2025. Perkara ini terdaftar dengan nomor perkara 311/G/2024/PTUN.JKT pada hari ini.

Dilihat dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta ada lima penggugat. Mereka adalah Djupri, Jairi, Manto, Suwari, dan Sujoko.

Ada empat poin gugatan yang dimohonkan lima orang tersebut untuk Kemenkumham.

Berikut objek gugatan dimaksud:

1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya;

2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH,11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pimpinan Pusat PDIP Masa Bakti 2024–2025;

3. Mewajibkan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia untuk mencabut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH.11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pusat PDIP Masa Bakti 2024–2025; 

4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara.

Sementara itu, Victor W. Nadapdap yang merupakan tim advokasi dari para penggugat menjelaskan gugatan diajukan karena perpanjangan itu tak sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDI Perjuangan.

"Berdasarkan keputusan kongres PDI Perjuangan pada 9 Agustus 2019 telah ditetapkan keputusan No. 10/KPTS/Kongres-V/PDI-Perjuangan/VIII/2019 tentang AD/ART PDI Perjuangan, sekaligus mengesahkan program dan menugaskan DPP PDI-P masa bakti 2019–2024," kata Victor dalam keterangannya, Senin, 9 September.

 

Victor mengatakan dengan perpanjangan masa bakti itu berarti bertentangan dengan Pasal 17. Sebab, mereka harusnya menjabat selama lima tahun.

“Seharusnya masa bakti kepengurusan yang sesuai dengan AD/ART adalah hingga 9 Agustus 2024," tegasnya.

Selain itu, masa bakti kepengurusan harusnya dilakukan lewat kongres. Sesuai dengan Pasal 70 AD/ART PDIP.

"Hal ini tentunya sejalan dengan Pasal 5 UU No. 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 2 tahun 2008 mengenai partai politik. Perubahan AD/ART sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik yakni kongres," pungkas Victor.