Bagikan:

JAKARTA - Pidato Ketua DPR Puan Maharani dalam Sidang Bersama DPR dan DPR RI menuai banyak pujian. Dibacakan di hadapan Presiden-Wakil Presiden dan tamu negara yang hadir, Puan mengkritik demokrasi hari ini yang belum berjalan dengan baik.

“Apa yang disampaikan Puan itu mewakili aspirasi rakyat yang merasakan demokrasi kian mandek hari-hari ini. Misalnya, penekanan Puan bahwa demokrasi harus memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat sipil untuk menyampaikan pendapat dan kritik,” kata Pengamat Komunikasi Politik dari Lembaga Kajian Komunikasi Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi, Jumat 16 Agustus.

Menurut Ari, apa yang disampaikan Puan sangat relevan dengan indeks demokrasi yang semakin turun, sebagaimana dilaporkan banyak lembaga pemerhati demokrasi. Penekanan Puan pada kebebasan sipil sebagai salah indikator utama demokrasi juga tepat.

“Dalam demokrasi, kebebasan sipil harus dijunjung tinggi. Kalau rakyat takut dalam menyuarakan pendapatnya dan pers takut mengkritik pemerintah, berarti ada yang salah dengan demokrasi hari ini. Harus diakui, demokrasi kita saat ini sedang tidak baik-baik saja," kata Ari.

Berdasarkan data Freedom House, indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 poin pada 2019 menjadi 53 poin pada 2023. Data Reporters Without Borders (RSF) juga menunjukkan penurunan terhadap skor kebebasan pers Indonesia, yakni dari 63,23 poin pada 2019 menjadi 54,83 poin pada 2023

Kata Ari, imbauan Puan agar para elite agar menjalankan politik dengan nilai-nilai adalah hal yang penting di saat politik hari ini semakin transaksional. Demokrasi kita sedang berada di tubir yang mengkhawatirkan.

“Karena sejatinya politik atau alat perjuangan orang banyak. Kalau hanya dikendalikan segelintir elite, misalnya dalam pencalonan Pilkada sekarang ini, yang ada adalah transaksi antarelite demi kepentingannya sendiri, bukan kepentingan rakyat yang diwakilinya,” ujar Ari.

Seperti diberitakan, dalam Sidang Bersama DPR dan DPD tahun 2024, Puan menekankan, perjuangan politik seharusnya diikuti dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara yang tidak berisikan kepentingan diri sendiri dan kelompok.

Dia menekankan tentang hakekat demokrasi untuk memberi jalan agar kekuasaan mendapatkan legitimasinya sehingga kekuasaan dapat digunakan untuk mengatur bangsa dan negara dalam memberikan rakyatnya hidup sejahtera sesuai harkat dan martabatnya.

“Akan tetapi, demokrasi dapat juga berjalan pada arah yang salah, yaitu demokrasi yang tidak menjalankan kedaulatan rakyat,” kata Puan.

Puan mengingatkan bahwa Konstitusi Indonesia telah meletakkan prinsip dasar berdemokrasi yaitu kedaulatan berada di tangan rakyat, bahwa Indonesia adalah negara hukum dan segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.

“Konstitusi kita telah mengatur bagaimana kedaulatan rakyat harus dijalankan secara kolektif dengan prinsip checks and balances pada cabang-cabang kekuasaan negara eksekutif, legislatif dan yudikatif,” tuturnya.

Puan menyatakan, keseimbangan kekuasaan antar cabang-cabang kekuasaan negara yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Keseimbangan kekuasaan antar cabang-cabang kekuasaan negara eksekutif, legislatif dan yudikatif dapat berjalan dengan baik apabila politik berbangsa dan bernegara berlangsung secara demokratis, yaitu demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

"Hikmat kebijaksanaan adalah suatu kesadaraan akan pentingnya nilai-nilai dalam berbangsa dan bernegara,” terang Puan.

Oleh karena itu, politik berbangsa dan bernegara dijalankan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang beradab, bermartabat, dan beretika. Dengan begitu, kata Puan, perjuangan politik memiliki makna membangun peradaban.

"Apabila politik dijalankan tanpa nilai-nilai, maka perjuangan politik hanya berisikan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau golongan,” sebut perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.