JAKARTA - Mahkamah Konstitusi Thailand memecat Perdana Menteri Srettha Thavisin karena melanggar etika dengan menunjuk seorang menteri yang menjalani hukuman penjara alias narapidana.
Taipan real estate Srettha menjadi perdana menteri Thailand keempat dalam 16 tahun yang diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang sama, setelah hakim pengadilan tersebut memutuskan pemecatan PM Thailand karena gagal melaksanakan tugasnya dengan integritas.
Pemecatan Srettha setelah kurang dari satu tahun berkuasa berarti parlemen harus bersidang untuk memilih perdana menteri baru, dengan prospek ketidakpastian yang lebih besar di negara yang selama dua dekade dirundung kudeta dan keputusan pengadilan yang telah menjatuhkan banyak pemerintahan dan partai politik.
"Pengadilan telah memutuskan 5-4 (komposisi putusan hakim, red) bahwa terdakwa diberhentikan sebagai perdana menteri karena kurangnya kejujuran," kata hakim, seraya menegaskan perilakunya "sangat melanggar standar etika" dilansir Reuters, Rabu, 14 Agustus.
Keputusan tersebut menggarisbawahi peran penting peradilan Thailand dalam politik, dengan pengadilan yang sama pekan lalu membubarkan Partai Move Forward yang anti-kemapanan setelah memutuskan kampanyenya untuk mereformasi undang-undang yang melarang penghinaan terhadap kerajaan yang berisiko merusak monarki konstitusional.
Para pemilih Move Forward berkumpul kembali pada Jumat di bawah partai baru.
Keputusan ini juga diambil pada saat yang sulit bagi perekonomian yang sulit untuk dihidupkan oleh Srettha, dengan lemahnya ekspor dan belanja konsumen, tingginya utang rumah tangga, dan lebih dari satu juta usaha kecil tidak dapat mengakses pinjaman.
BACA JUGA:
Pemerintah memperkirakan pertumbuhan hanya sebesar 2,7 persen pada tahun 2024, tertinggal dibandingkan negara-negara lain di kawasan, sementara Thailand merupakan pasar dengan kinerja terburuk di Asia tahun ini dengan indeks saham utamanya, turun sekitar 17 persen.
Partai Pheu Thai yang dipimpin Srettha dan para pendahulunya telah menanggung beban terberat dari kekacauan di Thailand, dengan dua pemerintahannya digulingkan melalui kudeta dalam pertikaian dendam yang telah berlangsung lama antara pendiri partai tersebut, keluarga miliarder Shinawatra, dan saingan mereka dari kubu konservatif dan militer royalis.