Bagikan:

JAKARTA - Akademisi menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan) berpeluang mengurangi jumlah perokok remaja di Indonesia.

Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (Rukki) Mouhamad Bigwanto melalui keterangan di Jakarta, Minggu, 11 Agustus, mengatakan peluang tersebut ada dan terbuka, karena PP Kesehatan melarang adanya zat tambahan pada produk rokok, seperti perisa.

"Regulasi yang sangat penting dibutuhkan adalah melarang industri rokok membuat produk rokok dengan aneka varian rasa, sehingga kalau produknya sudah tidak ada maka otomatis iklan produk varian rasa juga tidak akan ada lagi," katanya.

Bigwanto mengatakan penambahan varian rasa produk rokok menjadi salah satu strategi baru industri tembakau untuk menarik perhatian konsumen baru, khususnya remaja, dengan menawarkan pengalaman yang berbeda dan lebih menyenangkan.

Tambahan rasa pada rokok, kata dia, dimaksudkan untuk menutupi rasa pahit atau aroma keras dari tembakau, membedakan produk mereka dari pesaing, serta menyaingi varian rasa yang dijual pada produk rokok elektronik yang diperkirakan terdapat hingga 16.000 varian rasa.

"Perisa pada produk tembakau, terutama rasa buah-buahan dan manisan dapat memotivasi anak muda untuk mencoba produk tembakau," tegasnya.

Pada jajak pendapat yang dilakukan tahun ini, sebut Bigwanto, hasilnya menunjukkan bahwa rasa buah-buahan pada rokok elektronik sangat diminati oleh anak muda, terutama bagi non-perokok. Sementara varian menthol sangat digemari oleh anak muda yang juga perokok aktif.

Terkait hal tersebut, Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari memaparkan hasil jajak pendapat lainnya, yang diikuti oleh 11.841 responden remaja dari 32 provinsi, yang menunjukkan sebanyak 46 persen responden yang melaporkan bahwa pesan yang paling diingat dari iklan, promosi, dan sponsor rokok serta rokok elektronik adalah tentang varian rasa baru yang unik.

"Tapi ada lebih banyak lagi remaja Indonesia yang masih rentan dan belum mendapatkan informasi yang cukup tentang bahaya rokok. Mereka ini sangat potensial menjadi target pemasaran industri rokok," ujarnya.

Oleh karena itu, Lisda berharap para remaja lebih berhati-hati dan perhatian terhadap siasat pemasaran industri rokok yang semakin beragam.

"Mengingat kondisi psikologis remaja yang masih rentan, maka pemerintah wajib melindungi mereka dari target pemasaran industri rokok dengan regulasi yang kuat," ucap Lisda.