JAKARTA - Densus 88 Antiteror Polri menyebut tersangka HOK bergabung dalam grup sosial media Telegram dari kelompok radikal lintas negara.
Tujuannya untuk memuaskan rasa penasarannya terkait konten propaganda dan lainnya.
"Yang bersangkutan masih penasaran, bergabung lagi ke dalam beberapa grup telegram kelompok-kelompok radikal yang lintas negara," ujar Juru Bicara Densus 88 Antiteror Kombes Aswin Siregar kepada wartawan, Senin, 5 Agustus.
Rasa penasaran dari tersangka ini berawal ketika tergabung dalam grup media sosial pada November 2023. Kala itu, ia termotivasi mendalami Daulah Islamiyah.
"Yang bersangkutan bergabung dengan salah satu grup, kemudian di grup tersebut terjadi interaksi antara tersangka dengan seseorang," sebutnya.
"Kemudian yang bersangkutan ditawarkan untuk ikut lagi ke grup sosial media yang lebih spesifik. Bahkan itu berbayar. Yang bersangkutan membayar dengan uang jajannya. Seperti aplikasi sosial media, kalo mau jadi member itu membayar," sambumg Aswin.
Dari grup media sosial itu, tersangka HOK mendapat banyak konten propaganda Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan kelompok radikal lainnya. Sehingga, muncul rasa penasaran yang lebih besar.
"Tersangka HOK mendapatkan banyak sekali video-video yang terkait dengan propaganda ISIS, Daulah Islamiyah, seperti video-video eksekusi, peperangan ISIS, tentang baiat, dan video penjelasan bagaimana tindakan-tindakan ataupun aktivitas yang dilakukan oleh ISIS itu sudah sesuai dengan syariat islam," kata Aswin.
BACA JUGA:
Hingga akhirnya, tersangka HOK yang penasaran memutuskan untuk begabung dalam grup radikal lintas negara.
Sebagai pengingat, HOK merupakan tersangka teroris yang ditangkap di Batu, Malang, Jawa Timur, pada Kamis, 1 Agutus. Dari pemeriksaan, pemuda itu berencana melakukan aksi bunuh diri di tempat ibadah
Dalam perkara ini, HOK dipersangkakan dengan Pasal 15 juncto Pasal 7 dan/atau Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.