JAKARTA - Anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua tak mempermasalahkan perubahan kebijakan pembebasan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) seluruh rumah dengan NJOP di bawah Rp2 miliar yang ditetapkan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
Penggratisan pajak untuk semua rumah di bawah Rp2 miliar sebelumnya dikeluarkan Anies Baswedan saat menjabat Gubernur DKI Jakarta. Namun, Pemprov DKI memberikan insentif pada tahun ini dengan membebaskan PBB-P2 hanya pada objek pajak rumah pertama.
Menurut dia, sasaran utama insentif pajak adalah kelompok warga tidak mampu. Dengan asumsi, mereka hanya memiliki satu aset rumah. Karenanya penggratisan PBB-P2 hanya untuk satu rumah, dianggap Inggard, masih sesuai.
"Kita itu memberikan target. Misalnya, orang susah dimudahkan untuk mebayar PBB. Enggak mungkin, dong, kalau orang susah punya rumah dua. Itu berarti orang kaya dong," kata Inggard di hedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, 9 Juli.
Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta itu menegaskan, peraturan bisa diubah oleh pemerintah dengan mempertimbangkan aspek pemerataan dan keadilan.
"Peraturan itu bukan kitab suci, ya. Peraturan itu diubah sesuai dengan kepentingan menyangkut masalah keadilan. Kalau orang kita kasuh 0 rupiah, itu pembayarannya (NJOP) batas Rp2 M itu, itu kan punya rumah satu. Kalau punya rumah dua, berarti dia orang kaya, orang mampu," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati menjelaskan, pencabutan bebas pajak rumah di bawah Rp2 miliar tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2024 yang diteken Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
"Kebijakan tahun ini, khususnya terhadap hunian dengan nilai di bawah Rp2 miliar penerapannya berbeda dengan tahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya, hunian dengan nilai di bawah Rp2 miliar dibebaskan pajaknya," ungkap Lusiana.
Lusiana pun menguraikan alasan Pemprov DKI mencabut kebijakan penggratisan PBB-P2 seluruh rumah di bawah Rp2 miliar.
Sebelumnya, pembebasan pajak rumah tersebut diterapkan karena kondisi ekonomi terpuruk akibat COVID-19. Kini, kebijakan tersebut dicabut karena dianggap kondisi perekonomian telah pulih pascapandemi.
"Pembayaran pajak pada hakikatnya sebagai wujud gotong royong dalam memulihkan kembali kondisi perekonomian di DKI Jakarta. Oleh karena itu, kami mengimbau masyarakat agar dapat memanfaatkan insentif fiskal ini agar wajib pajak dapat terbantu dalam melunasi kewajiban perpajakannya," ucapnya.
Hanya saja, untuk meringankan, Pemprov DKI masih memberikan insentif untuk pembayaran PBB-P2 pada tahun 2024. Pembebasan pajak dengan NJOP di bawah Rp2 miliar masih berlaku untuk satu aset atau objek pajak. Sementara, objek sisanya sudah dikenakan pajak.
Apabila wajib pajak memiliki lebih dari satu objek PBB-P2, menurut Lusiana, maka pembebasan akan diterapkan pada NJOP terbesar.
"Untuk pembebasan PBB di bawah Rp2 miliar masih ada tapi untuk 1 hunian saja. Bedanya dengan kebijakan tahun lalu, seluruh hunian di bawah Rp2 miliar dibebasakan," tuturnya.