Bagikan:

BOGOR - Para petani karet meminta Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) turun tangan atas dugaan penyerobotan tanah garapan perkebunan karet seluas 50 hektare yang dikelola warga di Desa Wirajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh PT Perusahaan Perkebunan Djasinga.

Perwakilan Petani Karet Desa Wirajaya Egis Agung Malvinas mengungkapkan, warga pengelola tanah garapan kebun karet di desanya yang kini telah berumur renta merasa resah atas nasib mereka dan keluarganya.

Pasalnya, keahlian mereka memang hanya bertani karet, turun temurun dari orang tuanya. Mereka, tutur Egis, merasa ada tidak berdaya karena BPN ternyata memberi SHU kepada pihak lain diduga untuk sebuan proyek wisata yang akan membuat bising, tanpa sepengetahuan mereka yang biasa menggarap lahan dengan cara bertani konvensional dan ramah lingkungan.

"Warga tidak habis pikir, penyerobotan tanah, perampasan hak tanah garapan ini berlangsung lancar sekali sejauh ini, tanpa memikirkan petani kecil kebun karet di desa," ungkap Egis., Minggu 7 Juli.

Salah satu petani karet di Desa Wirajaya, Umar (68 th) mengeluhkan rasa takut ke kebunnya seluas 30.000 m² karena dijaga ketat aparat dan pihak PT Perusahaan Perkebunan Djasinga. Selain itu, mata pencahariannya yang hilang sejak proyek meratakan kebunnya dengan kebul debu tanah setiap harinya.

Umar yang mengaku asli warga Kampung Cigelung RT09/RW01 Desa Wirajaya Kabupaten Bogor dan telah menggarap kebun karet di tanah negara yang diturunkan dari ayahnya, tidak pernah merasa menyerahkan garapannya kepada PT Perusahaan Perkebunan Djasinga.

"Benar, benar. Kami kehilangan untuk kehidupan kami sehari-hari. Betul, saya tidak bisa ke kebun sudah beberapa hari, takut ya," ujar Umar.

Petani karet lain yang masih satu kampung dengan Umar, yakni Odih (45) tahun di Kampung Cigelung RT10/RW01, Desa Wirajaya, Kecamatan Jasinga. Kabupagen Bogor mengaku tanah garapan kebun karetnya seluas 10.000 m² mengalami nasib yang sama.

"Mata pencaharian saya hilang, karena lahan sayanya aja diserobot oleh PT Djasinga, saya udah enggak ke kebun-kebun karena saya merasa takut," ungkapnya.

Ketua Pembela Petani Jasinga, Ahmad Sobari yang juga ketua BEM se-Bogor menyebut, sebanyak 16 orang petani karet dan lainnya di Desa wirajaya dan puluhan lainnya di 8 desa lain di Kecamatan Jasinga yang mengelola ribuan hektare kebun karet tidak bisa berbuat apa-apa ketika lahannya diklaim oleh PT Perusahaan Perkebunan Jasingan dan kini hilang mata pencaharian.

Dugaan penyerobotan tanah garapan karet dilakukan PT Perusahaan Perkebunan Djasinga di 9 desa, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Di antaranya di blok Cimapag dan blok Citalahab Narambang, Desa Wirajaya, Kecamatan Jasinga dijual kepada Yayasan Desember Bersatu, kumpulan purnawirawan TNI/Polri dan telah mulai diratakan untuk proyek yang belum jelas diketahui warga.

Achmad Sobari menekankan bahwa aliansi BEM se-Bogor meminta kasus penyerobotan tanah di 9 desa, Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor sudah sepatutnya menjadi atensi Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyo karena diduga ada kejanggalan dalam surat sertipikat hak guna usaha (HGU) yang diterbitkan BPN.

Menurut dia, masalah ini sudah berlarut dan meresahkan puluhan hingga ratusan petani karet, lantaran tidak mendapatkan penjelasan apa pun dari kantor ATR/BPN Kabupaten Bogor terkait dasar penerbitan sertipikat HGU tersebut.

Padahal, kata dia, warga tidak pernah merasa memberikan hak pengalihan garapan tanah kebun karetnya kepada PT Perusahaan Perkebunan Djasinga.

"Kami minta Menteri AHY turun tangan, warga butuh uluran tangan besi untuk menyelesaikan dugaan mafia tanah garapan ini," kata Achmad Sobari.

Achmad Sobari menyampaikan aliansi BEM se-Bogor siap bergerak melakukan aksi demo besar-besaran jika pemerintah dalam hal ini Kementerian ATR/BPN tidak menggubris isu tanah dari masyarakat kecil di Jasinga, Kabupaten Bogor ini.

"Kami siap aksi jika tidak digubris, tanah untuk rakyat, bukan untuk monopoli mafia tanah. Warga butuh penjelasan, tapi BPN Kabupaten Bogor ogah-ogahan," tegasnya.

Kuasa hukum 16 petani kebun Desa wirajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor Rusli Efendi menambahkan bahwa dirinya menemukan kejanggalan dalam surat HGU nomor: 1-HGU-BPN RI-2008 yang diberikan kepada PT Perusahaan Perkebunan Djasinga dan kini dibeli atau dialihkan kepada Yayasan Desember Satu.

Apalagi, lanjutnya, sudah ada kabar klaim dari PT Perusahaan Perkebunan Djasinga dan Yayasan Desember Satu telah memiliki sertipikat hak milik (SHM). Namun demikian, ketika diminta bukti, tidak pernah menunjukkan. Aliansi BEM se-Bogor pun telah mendatangi kantor ATR/BPN Kabupaten Bogor, namun tidak mendapatkan jawaban yang terang.

"Kejanggalan itu ada di rentang waktu izin usaha tahun 1999 sampai tahun 2008, karena HGU baru terbit tahun 2008, lalu 9 tahun bodong? Dan kapan warga mengalihkan garapannya? Warga merasa tidak pernah melepaskan sejengkal pun tanah negara yang mereka kelola, negara ini ada aturan, ada hukum, jangan serobot. Apalagi tiba-tiba jadi SHM," ungkapnya.

Rusli efendi membeberkan, bahkan dari PT Perusahaan Perkebunan Jasinga maupun Yayasan Desember Satu tidak bernegosiasi yang baik kepada warga. Mereka, kata Leo efendi, hanya diiming-imingi uang Rp10 ribu per meter sebagai pembelian/ganti rugi/uang kerohiman pengalihan pengelolaan tanah.

Jumlah itu, Rusli efendi menuturkan, tentu tidak cukup untuk kehidupan para petani kebun yang mata pencahariannya hilang.

"Pak AHY yang tidak diragukan kenegarawannya, ketegasannya, diharapkan bisa melihat dengan seksama warga petani Desa Curug, Jasinga ini, kasihan pak, mereka korban oleh diduga mafia tanah garapan di sini," ungkapnya.