JAKARTA - Tim Ekspedisi Gunung Kerinci Elpala SMA 68, akhirnya tiba di puncak setinggi 3.805 meter di atas permukaan laut pagi tadi, Minggu, 30 Juni, setelah melakukan pendakian selama kurang lebih 3 jam dari Shelter 1.
Pendakian ini menjadi pencapaian yang luar biasa bagi para siswa, yang telah mempersiapkan diri secara fisik dan mental untuk menghadapi tantangan alam. Para pendaki tiba di Shelter 3, Sabtu, 29 Juni sore, dan bermalam agar dapat melakukan summit atack yang dimulai dini hari tadi. Mereka melanjutkan perjalanan menuju puncak dengan semangat tinggi dan persiapan matang.
Ekspedisi Kerinci dipimpin Taufan Novriyanda, seorang pendaki berpengalaman dari Mapala UI dan anggota Elpala SMA 68, ekspedisi ini berlangsung lancar. Taufan, dengan pengalamannya yang luas dalam dunia pendakian, memastikan bahwa setiap anggota tim berada dalam kondisi terbaik dan siap menghadapi segala kemungkinan.
"Kekompakan dan semangat tim dalam pendakian menjadi salah satu kunci keberhasilan pendakian ini," kata Taufan.
Sebelum mencapai puncak, anggota ekspedisi melakukan revitalisasi prasasti Yudha Sentika, sebuah penghormatan untuk anggota Elpala SMA 68 yang hilang pada tanggal 23 Juni 1990. Prasasti ini terletak di jalur pendakian dan menjadi simbol pengorbanan serta semangat juang anggota Elpala yang telah mendahului mereka. Kegiatan revitalisasi ini dilakukan dengan penuh khidmat dan dedikasi, mengingat jasa-jasa Yudha Sentika dalam komunitas Elpala.
"Revitalisasi prasasti ini bukan hanya sekadar kegiatan fisik, tetapi juga merupakan momen refleksi bagi para anggota Elpala," kata Daron A.A Rahardianto, guru SMA 68 yang ikut serta dalam pendakian.
Dalam kesempatan itu, mereka merenungkan nilai-nilai keberanian, pengorbanan, dan solidaritas yang telah diwariskan oleh Yudha Sentika. Momen ini menjadi sangat emosional dan mendalam, mengingatkan mereka akan pentingnya menjaga warisan dan semangat juang komunitas.
Selain revitalisasi prasasti, tim pendakian ini juga memproduksi sebuah film dokumenter. Proyek ini disutradarai Eka Bama Putra, dengan Indira Sarasvati sebagai produser, dan Dar Edi Yoga bertindak sebagai eksekutif produser. Dokumenter ini bertujuan untuk mengabadikan momen-momen penting selama pendakian dan menggambarkan semangat serta perjuangan para anggota Elpala dalam menggapai puncak tertinggi di Sumatera.
Proses pembuatan dokumenter ini melibatkan banyak tantangan teknis dan logistik. Tim produksi harus bekerja dalam kondisi cuaca yang tidak menentu dan medan yang berat. Namun, dengan kerjasama yang solid dan semangat yang tinggi, mereka berhasil mengabadikan momen-momen epik pendakian ini. Dokumenter ini diharapkan dapat menginspirasi banyak orang dan memberikan gambaran yang jelas tentang dedikasi para anggota Elpala.
Para pendaki yang ikut dalam ekspedisi ini, selain dari Elpala, turut serta kru film, mahasiswa dari Universitas Kehutanan Bengkulu, SMK Kehutanan Pekanbaru, pihak TNKS, dan sejumlah wartawan.
"Pendakian ini tidak hanya menjadi momen bersejarah bagi anggota Elpala, tetapi juga merupakan bukti solidaritas dan dedikasi mereka terhadap komunitas," kata Pendiri Elpala Dar Edi Yoga.
Dengan semangat pantang menyerah, mereka berhasil melewati berbagai tantangan alam yang menghadang selama pendakian. Setiap langkah yang mereka ambil diiringi dengan semangat tinggi untuk menghormati para pendahulu dan membawa nama baik Elpala SMA 68.
Ekspedisi ini diharapkan menjadi inspirasi bagi generasi muda lainnya untuk terus melestarikan semangat petualangan dan kecintaan terhadap alam. Film dokumenter yang mereka buat juga akan menjadi saksi bisu perjalanan epik ini, mengabadikan momen-momen penuh makna dan inspirasi bagi penontonnya. Anggota Elpala SMA 68 telah membuktikan bahwa dengan kerjasama, semangat, dan dedikasi, tidak ada puncak yang terlalu tinggi untuk dicapai.
Adapun para pendaki dari Elpala terdiri dari Taufan Novriyanda, Aditya Tristantio, Gunthur Adji Prastyo, Abi Yusuf, Daron A.A Rahardianto, Indira Sarasvati, Hizkia Dianne A Mandagie, Tomi Budiarto, Eka Bama Putra, Susan Indahwati, Ona Fransisca, Eko Hari Susilo Budi, Bhatara Dave Rondonuwu, Tetania Rudyka, Wariani Krihnayanni, Sriwinarsih Maria Kirana, Bintang Asyam Susilobudi, Reza Aulia, dan Sara Stefanie Adinda Mandagie.