JAKARTA - Kementerian luar negeri Korea Selatan mengatakan pihaknya memanggil duta besar Rusia sebagai protes atas perjanjian antara Rusia dan Korea Utara yang ditandatangani di Pyongyang pekan ini.
Wakil Menteri Luar Negeri Pertama Kim Hong-kyun menyampaikan sikap Seoul mengenai pakta tersebut dan kerja sama militer antara Rusia dan Korea Utara kepada Georgy Zinoviev, utusan utama Rusia untuk Seoul, kata kementerian luar negeri Seoul.
Kim mengatakan kepada Zinoviev, dukungan militer Rusia terhadap Korea Utara membahayakan keamanan Korea Selatan dan pasti akan menimbulkan “dampak negatif” pada hubungan antara Seoul dan Moskow.
Dia juga mendesak Rusia untuk “bertindak secara bertanggung jawab,” menurut kementerian dilansir Reuters, Jumat, 21 Juni.
Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Cho Tae-yul, dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengecam perjanjian itu sebagai ancaman serius terhadap perdamaian dan stabilitas regional, kata Kementerian Luar Negeri Seoul dalam pernyataan pada hari ini.
BACA JUGA:
Keduanya dalam percakapan telepon pada Kamis, 20 Juni, juga membahas cara-cara untuk menanggapi pertemuan puncak antara Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan setuju untuk memantau situasi dengan cermat, kata kementerian luar negeri.
Blinken mengatakan AS mendukung respons Korea Selatan terhadap ancaman keamanan. Berdasarkan perjanjian tersebut, Moskow dan Pyongyang mengatakan masing-masing negara akan segera memberikan bantuan militer jika salah satu negara menghadapi agresi bersenjata.
Cho mengatakan kerja sama apa pun untuk membantu memperkuat kemampuan militer Korea Utara jelas merupakan pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB, menurut pernyataan itu.
Amerika Serikat akan mempertimbangkan berbagai cara untuk menanggapi ancaman terhadap perdamaian dan stabilitas internasional dari Rusia dan Korea Utara, kata Blinken seperti dikutip oleh kementerian.
Cho juga berbicara melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri Jepang Yoko Kamikawa, dan keduanya menyatakan keprihatinan mendalam atas perjanjian antara Moskow dan Pyongyang, menurut kementerian tersebut.