Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komnas Haji sekaligus Dosen UIN Jakarta, Mustolih Siradj, setuju usulan DPR soal pembentukan Kementerian Haji. Menurut Mustolih, selama ini terdapat ketidaksejajaran antara Kementerian Agama dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang memunculkan ego sektoral, menghambat efektivitas pengelolaan haji di Indonesia.

"Fokus saja, lembaga itu diberikan mandat, diberikan kewenangan dari hulu sampai hilir supaya bisa efisiensi anggaran, efisiensi sumber daya manusia, dan kemudian tidak ada munculnya ego sektoral," kata Mustolih Senin 10 Juni.

Mustolih menyarankan agar Kementerian Haji dibentuk terpisah dari Kementerian Agama saat ini. Langkah ini diharapkan mampu menghindari dualisme dalam pengelolaan haji dan memastikan seluruh proses terkait ibadah haji dapat terpusat dan berjalan lebih terkoordinasi.

"Haji ini memang perlu dipisah dari Kementerian Agama untuk kemudian kementerian atau lembaga tersendiri. Namun, nanti syaratnya begini, kalaupun misalnya ini mau digagas, tidak parsial. Maksudnya adalah menyangkut pengelolaan keuangan haji karena sekarang itu kan ada dualisme pengelola haji," jelasnya.

Mustolih menyebutkan pengelolaan haji selama ini terlalu kompleks dan banyak mengalami kendala. Menurut dia BPKH selama ini hanya dijadikan kasir oleh DPR dan Kementerian Agama. Hal ini terjadi karena dalam pembahasan besaran biaya penyelenggaraan ibadah haji, BPKH seringkali tidak dilibatkan secara langsung.

"BPKH merasa dalam perjalanannya itu hanya dijadikan sebagai kasir saja oleh DPR dan Kementerian Agama. Ketika pembahasan, misalnya besaran biaya penyelenggaraan ibadah haji, mereka tidak dilibatkan," tutur Mustolih.

Saat ini, pengurusan haji diatur oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) yang berada di bawah Kementerian Agama, sedangkan aspek keuangan diatur oleh BPKH sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Ketidaksejajaran peran ini, menurut Mustolih, menjadi salah satu faktor yang memperumit pengelolaan haji di Indonesia.

"Ada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang kemudian memunculkan lembaga baru, yaitu Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang berada langsung di bawah presiden. Nah, ini akhirnya dalam praktiknya cukup menyulitkan, terutama terkait dengan faktor koordinasi," paparnya.

Mustolih menyarankan agar pengelolaan haji dapat tersentralisasi dengan pembentukan Kementerian Haji yang terpisah. Harapannya, langkah ini dapat membuat pengelolaan ibadah haji lebih efisien dan terkoordinasi sehingga pelayanan kepada jemaah haji dapat ditingkatkan.

"Kalau ini sebetulnya disinkronisasi dan kemudian digabung, tidak ada lagi penyelenggara dan tidak ada lagi yang mengelola keuangan secara terpisah, saya kira ini sebetulnya jauh lebih efisien," tutup Mustolih.