Bagikan:

LUMAJANG - Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid mengatakan awan panas dan guguran lava pijar masih terjadi di Gunung Semeru, namun secara visual jarang teramati karena terkendala dengan cuaca yang berkabut.

"Pada Senin 10 Juni 2024 pukul 00.42 WIB teramati guguran lava pijar di Gunung Semeru dengan jarak luncur 2.500 meter ke arah Besuk Kobokan," katanya dilansir ANTARA, Senin, 10 Juni.

Pengamatan secara visual pada pukul 00.00-06.00 WIB, lanjutnya, menunjukkan guguran lava pijar Gunung Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl) terjadi sebanyak 28 kali dengan jarak luncur 1.000-2.500 meter ke arah Besuk Kobokan.

"Hal itu memperlihatkan bahwa aktivitas erupsi, awan panas, dan guguran lava pijar, masih terjadi. Selain awan panas, juga berpotensi terjadi aliran lahar mengingat curah hujan yang cukup tinggi di Gunung Semeru," tuturnya.

Menurutnya, akumulasi material hasil erupsi (letusan dan aliran lava) berpotensi menjadi guguran lava pijar ataupun awan panas, kemudian material tersebut terendapkan di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Mahameru, berpotensi menjadi lahar ketika berinteraksi dengan air hujan.

 

"Selain itu interaksi endapan material guguran lava atau awan panas yang bersuhu tinggi dengan air sungai akan berpotensi terjadinya erupsi sekunder," katanya.

Dia menjelaskan jumlah gempa yang terekam menunjukkan aktivitas kegempaan Gunung Semeru masih tinggi, terutama gempa letusan, guguran, dan harmonik.

Adanya gempa vulkanik dalam dan harmonik yang masih terekam mengindikasikan masih adanya suplai di bawah permukaan Gunung Semeru bersamaan dengan pelepasan material ke permukaan serta adanya proses penumpukan material hasil letusan di sekitar Kawah Jonggring Saloko.

"Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi, maka tingkat aktivitas Gunung Semeru tetap pada Level III atau Siaga dengan rekomendasi yang disesuaikan dengan potensi ancaman bahaya terkini," ujarnya.