Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK bakal memaksimalkan pencegahan tindak pidana korupsi khususnya di wilayah Sidoarjo. Sebab, Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor menjadi bupati ketiga daerah tersebut yang menjadi tersangka korupsi.

Dua nama Bupati Sidoarjo yang pernah terlibat kasus korupsi yakni Win Hendrso dan Saiful Ilah.

"Deputi pencegahan itu bisa dilihat nanti seperti apa modus operandinya, dan lain-lainnya. Dan itu akan menjadi bahan pencegahan," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan, Selasa, 7 Mei.

"Termasuk juga ke kabupaten itu sendiri (Sidoarjo) dan ke kabupaten-kabupaten lainnya, bahwa ‘oh ada ini modus operandi seperti ini,misalnya bapak ibu para pejabat di kabupaten ini jangan melakukan ini’," sambungnya.

Nantinya, bila proses hukum Gus Muhdlor telah inkrah, materi penanganan kasusnya juga akan diserahkan deputi pencegahan. Sehingga, dapat digunakan sebagai bahan kegiatan pencegahan.

"Dibuat workshop ke masing-masing daerah seperti itu, supaya itu tidak terjadi kembali," sebutnya.

Selain itu, Asel juga meminta kepada para penjabat pemerintah kabupaten Sidoarjo untuk menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran. Sehingga, tak terjadi lagi tindak pidana korupsi.

"Mudah-mudahan, ini juga melalui konpers ini apa yang terjadi di sini, ya, ditonton para pejabat di pemda untuk tidak melakukan apa yang dilakukan saudara AMA (Gus Muhdlor) ini," kata Guntur.

Adapun, KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus pemotongan dana ASN di Sidoarjo. Mereka, yakni Ahmad Muhdlor Ali, Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan Kasubbag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo Siska Wati.

Untuk Siska ditetapkan sebagai tersangka usai tertangkap KPK bersama dengan uang Rp69,9 juta di dekatnya. Sementara Ari menjadi tersangka beberapa waktu setelahnya setelah penyidik melakukan pengembangan kasus.

Uang itu berkaitan dengan dugaan korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang di BPPD Kabupaten Sidoarjo. Dia ditangkap saat hendak menerima duit tersebut.

Dana Rp69,9 juta yang disita penyidik hanya sebagian kecil dari total keseluruhan uang yang telah diterima Siska. Dia diperkirakan sudah menerima Rp2,7 miliar, dan melakukan permainan kotor tersebut selama 2023. Dalam kasus ini, Siska diduga telah memotong dana insentif sebagian aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Sidoarjo secara sepihak.

Pemotongan dana itu juga diberitahukan Siska secara lisan kepada sejumlah ASN. Dia juga meminta para pegawai negeri itu tidak membahas permainan kotor tersebut dalam percakapan WhatsApp.