Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang menjerat keluarga eks Menteri Pertanian (Mentan) jika sengaja menikmati uang hasil korupsi.

Hal ini disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menanggapi sejumlah fakta persidangan yang menyebut ada duit yang ikut dinikmati oleh Syahrul. Di antaranya seperti membayar tagihan kartu kredit hingga kebutuhan skincare bagi anaknya.

“Ya sangat, sangat dimungkinkan (keluarga SYL dijerat sebagai tersangka, red) ketika terpenuhi unsur kesengajaan turut menikmati dari hasil kejahatan,” kata Ali kepada wartawan yang dikutip pada Jumat, 3 Mei.

Kata Ali, tindak pidana pencucian uang (TPPU) mengenal pelaku pasif. Ketentuan ini berlaku ketika ada pihak keluarga menerima aset dan mengetahui asal uangnya dari praktik korupsi.

“Misalnya itu dibelikan rumah, rumah itu kemudian diserahkan kepada keluarga inti atau siapapun dan dia tahu rumah ini diperoleh dari kasus kejahatan bisa dihukum,” tegasnya.

Lagipula, rasanya sulit bagi keluarga Syahrul mengelak tidak tahu ada uang dari hasil korupsi. “Karena penyelenggara negara itu kan penghasilannya bisa terukur setiap waktu, setiap bulan misalnya berapa,” jelas Ali.

“Sehingga ketika perolehan sebuah rumah apakah dia pas dengan profilnya itu kan bisa dihitung,” sambung juru bicara berlatar belakang jaksa itu.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah saksi dari unsur pegawai di Kementerian Pertanian dalam persidangan menyebut ada aliran uang dari para eselon maupun anggaran kementerian digunakan untuk kepentingan pribadi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Di antaranya adalah untuk kepentingan umrah, skincare, tagihan kartu kredit.

Tak hanya itu, Kemal Redindo Syahrul Putra yang merupakan anak SYL memakai mobil Alphard yang dibeli dengan cicilan uang vendor di Kementan.

Keterangan ini muncul ketika Staf Fungsional APK APBN Madya Badan Karantina Indonesia Kementan Abdul Hafidh hadir sebagai saksi untuk terdakwa SYL, Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

Adapun SYL selain didakwa memeras pegawainya hingga Rp44,5 miliar, dia juga didakwa menerima gratifikasi hingga Rp40,6 miliar. Perbuatan ini dilakukannya sejak Januari 2020 hingga Oktober 2023.