Bagikan:

JAKARTA - Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, hanya Amerika Serikat yang bisa mencegah Israel melakukan serangan ke Rafah dan bertanggung jawab atas hal tersebut, saat serangan di wilayah itu diperkirakan akan terjadi dalam beberapa hari ke depan, dapat memaksa warga Palestina yang mengungsi di sana untuk meninggalkan kota tersebut.

Itu disampaikan oleh Presiden Abbas dalam pidatonya saat menghadiri pertemuan khusus Forum Ekonomi Dunia di Riyadh, Arab Saudi Hari Minggu.

"Kami menyerukan Amerika Serikat untuk meminta Israel agar tidak melakukan serangan Rafah. Amerika adalah satu-satunya negara yang mampu mencegah Israel melakukan kejahatan ini," kata Presiden Abbas, melansir Reuters 28 April.

Israel diketahui telah mengancam akan melancarkan serangan terhadap Rafah, meningkatkan serangan udara di sana pekan lalu, menegaskan mereka perlu masuk ke Rafah untuk menghancurkan sisa batalyon Hamas yang ada di sana.

Negara-negara Barat, termasuk sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat, telah meminta Israel untuk menahan diri dari menyerang kota yang berbatasan dengan perbatasan Mesir dan menampung lebih dari satu juta warga Palestina yang melarikan dari perang di wilayah utara yang pecah 7 Oktober 2023.

Presiden Abbas mengatakan, "seluruh Gaza" telah memadati kota itu yang telah berada di bawah ancaman invasi Israel selama berbulan-bulan.

"Hanya diperlukan serangan kecil untuk memaksa semua orang meninggalkan Palestina," katanya memperingatkan, dikutip dari The National News.

"Israel memerlukan seseorang untuk memaksanya berhenti, untuk meyakinkan Israel bahwa hal ini tidak dapat diterima, dan satu-satunya negara di dunia yang dapat melakukan hal tersebut, dan yang kami anggap bertanggung jawab, adalah Amerika Serikat," tandasnya.

Konflik Gaza diperkirakan akan mendominasi pembicaraan WEF di Riyadh, di mana Presiden Abbas akan bertemu dengan para pemimpin regional di sela-sela pertemuan khusus tersebut.

Menteri Keuangan Saudi Mohammed Al Jadaan dalam forum tersebut mengatakan, para pemimpin yang berkepala dingin "harus menang" di tengah meningkatnya ketegangan.

"Sangat disayangkan melihat hilangnya nyawa di mana pun hal itu terjadi. Kehidupan warga sipil penting, baik di Ukraina, Palestina, atau di tempat lain," kata Menteri Al Jadaan.

"Ketika Anda mengalami konflik seperti ini di wilayah Anda, hal ini memberikan banyak tekanan pada emosi dan suasana hati dan bukan rahasia lagi bahwa perekonomian dipengaruhi oleh persepsi," jelasnya.

"Saya pikir negara-negara yang berkepala dingin, para pemimpin, dan masyarakatnya harus menang, dan Anda perlu memastikan bahwa Anda benar-benar melakukan deeskalasi," tandasnya.

AS mengatakan pihaknya belum memberikan persetujuan atas invasi Israel ke Rafah, meskipun ada klaim dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa tanggal serangan tersebut telah ditetapkan.

Pekan lalu, media Israel melaporkan serangan itu kemungkinan akan dimulai dalam beberapa hari mendatang, di tengah pengerahan kembali pasukan cadangan ke daerah kantong tersebut.

Presiden Abbas mengatakan, meski ia mengutuk serangan tanggal 7 Oktober terhadap Israel, warga Palestina secara kolektif dihukum atas serangan Hamas.

"Israel mengambil keuntungan dari serangan itu untuk membalas secara tidak proporsional terhadap rakyat Gaza dengan dalih bahwa mereka ingin membalas dendam terhadap Hamas," katanya.

"Tetapi pada kenyataannya, apa yang mereka lakukan adalah membalas dendam terhadap rakyat Palestina secara keseluruhan.," pungkas Presiden Abbas.