Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, ada sejumlah upaya yang perlu dilakukan guna mengatasi penyebaran arbovirus, atau virus yang menular dari serangga seperti nyamuk. Hal pertama yaitu edukasi. 

Hal ini disampaikan Budi dalam Arbovirus Summit oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Kesehatan Brazil yang disiarkan di Jakarta, Senin, 22 April. 

Budi mengatakan edukasi adalah proteksi terpenting, karena hal itu dapat mengubah pola perilaku seseorang menjadi lebih sehat.

"Saat COVID, kami menyadari pentingnya memakai media sosial untuk mengedukasi masyarakat kita. (Media sosial) dapat menjadi hal yang baik atau buruk. Namun, jika sosial media kita tidak kuat, maka orang-orang yang antivaksin, semua hal-hal buruk tentang kesehatan, akan mendominasi pikiran publik," ujarnya dilansir dari Antara. 

Hal kedua, ujarnya, adalah kontrol terhadap faktor, contohnya terhadap anjing guna mengontrol rabies, seperti yang dilakukan di Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste. Contoh lainnya, ujarnya, adalah implementasi nyamuk ber-Wolbachia seperti yang dilaksanakan oleh Brazil.

Yang ketiga, ujarnya, adalah surveilans yang kuat, yang dilakukan oleh GISAID. Dia menyebutkan bahwa surveilans adalah salah satu kunci, karena ibarat perang, harus ada intelijen serta sistem radar yang baik, guna mengetahui ancaman yang menyerang. Dia menilai hal tersebut dapat dilakukan dengan adanya jaringan laboratorium kesehatan publik.

Dengan bantuan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) serta Bank Dunia, katanya, Indonesia mengembangkan jaringan laboratorium kesehatan di 514 kota dan 38 provinsi, serta enam laboratorium regional dan dua laboratorium nasional.

"Yang keempat adalah, jika ada vaksinnya, maka kita harus kembangkan vaksinnya. Dan sekarang, berkaca dari pengalaman saat COVID, vaksin dapat dikembangkan secara lebih cepat dengan menggunakan teknologi terkini," katanya.

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, cakupan geografis arbovirus semakin besar karena adanya urbanisasi, perubahan iklim, serta penambahan populasi nyamuk yang sangat cepat.

"Pada 2023, lebih dari enam juta kasus dengue dilaporkan secara global, dan sekitar tiga juta kasus sudah dilaporkan tahun ini, meskipun musim pancaroba paling intens belum mulai di sejumlah daerah," katanya.

Tedros mengatakan, pada 2022, WHO mencanangkan Gerakan Arbovirus Global untuk mendukung negara-negara dalam mempersiapkan diri, mencegah, serta mengontrol penyakit-penyakit tipe tersebut.

"Salah satu dari kebutuhan yang paling mendesak adalah menggabungkan surveilans genomik dalam surveilans arbovirus terintegrasi guna memonitor risiko dan mempercepat respons," katanya.