Bagikan:

JAKARTA - Menteri Sosial Tri Rismaharini membeberkan permasalahan yang menyebabkan pendistribusian bantuan sosial (bansos) periode 2023 mengalami kemunduran. Salah satunya karena proses pemeriksaan data penerima yang tak sesuai.

Risma mencontohkan, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada beberapa penerima bansos yang justru berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Sehingga, perlu ditelusuri kebenaranya.

"Contohnya misalkan ditemukan oleh BPK itu PNS itu penerima. Nah kami butuh waktu, apa iya dia PNS betul atau bukan itu, jadi itu salah satu kenapa 2023 itu agak mundur, jadi temuan itu," ujar Risma dalam persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat, 5 April.

Kemudian ada juga contoh kasus lainnya seperti pemeriksa berstatus sebagai komisaris perusahaan berdasarkan data Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM. Tapi, fakta yang berbeda justru ditemukan setelah diperiksa.

"Ada yang mohon maaf, dia masuk di datanya AHU, AHU itu di Kementerian KumHAM. Dia sebagai disitu ditulis, sebagai komisaris perusahaan A. Tapi ternyata setelah kita cek lapang, dia hanya cleaning service," ungkapnya.

"Akhirnya bisa kita klarifikasi dengan BPK, bahwa ini orang miskin. Kalau namanya dipakai di sini kan bukan salah orang ini kan pak, ternyata kita bisa tunjukkan dan Alhamdulillah 2023 kita clear soal itu," sambung Risma.

Masalah lainnya yang ditemukan yakni minimnya fasilitas penunjang seperti ATM dan pos di beberapa daerah. Sehingga, mempersulit masyarakat untuk menerima bansos.

"Setelah kita dalami, kan kenapa penyerapan itu kecil? Nah ternyata ada yang daerah, misalnya kaya Aceh, itu dia harus nyebrang orang itu, karena tidak ada ATM, Pos, sehingga dia harus nyebrang. Nah dia, mereka itu nyebrangnya yang diterima itu paling banyak Rp450 ribu, nyebrangnya itu butuh Rp600 ribu. Sehingga kemudian mereka tidak ambil, karena atau diambil di akhir tahun. Karena (tidak sesuai) nah iya begitu," kata Risma.