Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy membeberkan angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrim di Indonesia periode 2022-2023. Seluruhnya belum mencapai target yang telah ditetapkan.

Pemaparan itu disampaikan Muhadjir ketika menjadi menteri pertama yang bersaksi dalam persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat, 5 April.

"Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi atau Susenas Maret 2023 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik atau BPS, angka kemiskinan nasional mencapai 9,36 persen, sementara target RPJMN tahun 2020-2024 ditetapkan sebesar 6,5 sampai dengan 7,5 persen," ujar Muhadjir.

Untuk memenuhi target, pemerintah mesti mengeluarkan kebijakan atau program khusus di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

Sementara untuk kemiskinan ekstrim masih berada di angka 1,12 persen pada Maret 2023. Angka itu menurun bila dibandingkan Maret 2022 yang mencapai angka 2,04 persen.

Meski sudah ada penurunan, penanganan kemiskinan ekstrim masih belum memenuhi target yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kita harus terus mengupayakan agar target nol persen berdasarkan inpres nomor 4 tahun 2022 dapat terwujud pada tahun 2024," kata Muhadjir.

Dikatakan, perhitungan angka kemiskinan di Indonesia menggunakan pendekatan pengeluaran. Dengan metode itu didapat garis kemiskinan secara nasional sekitar Rp 554.458 per kapita per bulan.

"Dengan komposisi garis kemiskinan makanan 408.522 atau 74,21 persen dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar 141.936 atau 25,79 persen," kata Muhadjir.