Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menindaklanjuti dugaan pemerasan terhadap saksi oleh jaksa berinsial TIN. Hanya saja, tidak ditemukan adanya bukti dugaan praktik lancung tersebut.

"KPK sejauh ini tidak menemukan bukti awal adanya dugaan pelanggaran," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 3 April.

Ali memastikan pencarian keterangan awal, termasuk penelusuran dan pemeriksaan terhadap jaksa TIN yang bertugas di komisi antirasuah sudah dilakukan. Bahkan, mereka sudah minta data transaksi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Dan sejauh ini tidak ditemukan adanya dugaan transaksi mencurigakan," tegasnya.

Meski demikian, komisi antirasuah akan memeriksa laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) milik TIN. Ali menyebut upaya ini sebagai bukti lembaganya menindaklanjuti tiap laporan dugaan korupsi yang masuk.

Nantinya, TIN yang sudah dipulangkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal dipanggil. "Akan dijadwalkan kemudian," tegasnya.

Komisi antirasuah meminta masyarakat untuk terus memantau proses pengusutan dugaan pemerasan ini. Selain itu, Ali juga berpesan semua pihak harus waspada dengan berbagai modus penipuan yang mengatasnamakan KPK.

"Jika mengetahui adanya tindak kriminal tersebut, masyarakat dapat melaporkannya ke call center 198, saluran pengaduan masyarakat, maupun Dewan Pengawas KPK," ujar Ali.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan TIN sudah diklarifikasi setelah ramai isu pemerasan saksi. Hasilnya, uang Rp3 miliar yang jadi polemik diklaim sebagai hasil menjual properti.

"Sudah diklarifikasi dan yang bersangkutan bilang uang ini hasil dari penjualan rumah dia,” kata Alexander kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 2 April.

Alexander menerangkan sejauh ini belum ada pihak yang mengadukan adanya pemberian terhadap TIN yang sudah dikembalikan ke Kejaksaan Agung. Namun KPK akan kembali melakukan klarifikasi dengan melihat laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

“Dari pihak LHKPN nanti akan minta data transaksi di perbankan, kan, gitu semua di KPK. Penyelenggara negara itu dia memberikan kuasa kepada KPK untuk membuka rekeningnya, keluarganya, istrinya, anak-anaknya seperti itu,” tegasnya.