Bagikan:

JAKARTA - Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat kasus demam berdarah dengue (DBD) di Jakarta per tanggal 18 Maret sebanyak 1.729. Sebaran kasus terbanyak berada di Jakarta Barat dengan 562 kasus.

Sementara, kasus DBD di Jakarta Pusat 115 kasus, Jakarta Timur 395 kasus, Jakarta Selatan 450 kasus, Jakarta Utara 194 kasus, dan Kepulauan Seribu 13 kasus.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati memprediksi jumlah kasus DBD di Jakarta masih akan terus meningkat hingga dua bulan ke depan.

"Masih sesuai dengan prediksi kita, memang masih meningkat. Kita perkirakan kan sampai Mei, kalau lihat iklim. Tapi setelah itu kalau sudah mulai iklim berubah, kita harapkan juga turun," kata Ani saat dihubungi, Jumat, 22 Maret.

Kasus DBD di Jakarta terus menunjukkan tren kenaikan. Per 19 Februari 2024, kasus DBD sebanyak 627 pasien. Bulan lalu, indeks ratio (IR) atau angka insiden kasus DBD sebanyak 5,57/100.000 penduduk. Sementara pada awal Januari, angka insiden kasus masih sekitar 1 hingga 2,2/100.000 penduduk.

“Kami terus memantau perkembangan kasus DBD di setiap wilayah Jakarta. Sejauh ini, tidak tercatat kematian atas kasus tersebut,” ucap Ani.

Ani meminta masyarakat mewaspadai gejala DBD. Di antaranya ditandai dengan demam 2–7 hari yang disertai manifestasi pendarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya hemakonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit, asitesis, efusi pleura, hipoalbuminemia).

Terdapat juga beberapa gejala DBD lainnya, seperti nyeri kepala, nyeri otot dan tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata.

“Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi DBD berat. Ada yang hanya demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit (asimtomatik). Sebagian lagi menderita demam dengue saja yang tidak menimbulkan kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian,” ungkap Ani.

Ani menambahkan, kelembaban yang tinggi dan meningkatnya curah hujan, berpotensi pada peningkatan vektor penular DBD, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Sehingga, perlu adanya upaya pengendalian vektor DBD secara masif dengan melibatkan peran serta seluruh aspek masyarakat pada tujuh tatanan, yakni permukiman, perkantoran, institusi pendidikan, tempat-tempat umum, tempat pengelolaan makanan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan fasilitas olahraga.

"Kami mengimbau warga waspada dan menerapkan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) 3M (menguras, menutup, mendaur ulang) Plus atau kegiatan lain yang mencegah perkembangbiakan dan gigitan nyamuk aedes aegypti,” urai Ani.