Polri Bakal Adaptasi Pasal Pencemaran Nama Baik yang Dihapus MK
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko (DOK Rizky AP/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Mahkamah Konsitusi (MK) menghapus pasal pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Terkait keputusan itu, Polri menyatakan akan beradaptasi dengan aturan baru tersebut.

"Kedepanya apabila ada ketentuan seperti itu tentu Polri akan beradaptasi dan kemudian juga mengkaji," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan, Jumat, 22 Maret.

Tak dipungkiri, saat ini, Polri menangani beberapa kasus dugaan pencemaran nama baik, baik di bareskrim, polda hingga polsek jajaran.

Tapi, dengan adanya keputusan MK tersebut, Polri menyatakan tunduk dan patuh terhadap aturan yang berlaku.

"(Polri) Tunduk dan patuh pada aturan yang baru," kata Trunoyudo.

Adapun, MK menyatakan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik inkonstitusional bersyarat.

Alasannya ada perbedaan ketentuan norma pada Pasal 310 ayat 1 KUHP dengan Pasal 433 KUHP baru yaitu adanya penegasan pelaku melakukan perbuatan pencemaran mencakup perbuatan dengan lisan.

Selain itu, unsut tersebut tak diatur dalam pada Pasal 310 ayat 1 KUHP.

"Oleh karena itu, tanpa Mahkamah bermaksud menilai konstitusionalitas Pasal 433 UU 1/2023 yang baru mempunyai kekuatan mengikat setelah tiga tahun sejak diundangkan (2 Januari 2026), maka penegasan berkenaan dengan unsur perbuatan dengan lisan yang terdapat dalam Pasal 433 UU 1/2023 bisa diadopsi atau diakomodir guna kepastian hukum dalam penerapan ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP," ucap Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam persidangan.

“Dengan demikian, norma Pasal 310 ayat (1) KUHP dimaksud dapat memberikan kepastian hukum dan mempunyai jangkauan kesetaraan yang dapat mengurangi potensi adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap addresat norm atas ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP, sehingga dalam penerapannya tidak menimbulkan ambiguitas,” sambung Enny.

Adapun, keputusan itu berdasarkan gugatan yang diajukan Fatia Maulidiyanti, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) untuk melakukan uji materi terhadap Pasal 27 (3) dan 45 (3) UU 19/2016 (UU ITE), Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 310 ayat 1 KUHP.