JAKARTA - Calon Wakil Presiden nomor urut tiga, Mahfud MD mengaku salut dan mengapresiasi langkah Mahkamah Konstitusi untuk menggelar Pemilu Daerah (Pilkada) serentak pada November 2024.
Diketahui, pada September 2023 lalu, Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengusulkan kepada DPR agar pelaksanaan pilkada dipercepat ke bulan September 2024. Namun, usulan itu ditolak MK dan mengembalikan perhelatan Pilkada tetap digelar November.
Ia melihat dengan keputusan MK itu, dapat menghilangkan dugaan cawe-cawe Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)) untuk mengintervensi Pilkada serentak 2024.
"Sangat bagus untuk menghentikan dugaan langkah-langkah Pak Jokowi untuk mengendalikan pilkada tahun 2024. Jadwal pilkada itu kan tepatnya 27 November 2024," kata Mahfud usai olahraga di Gelora Bung Karno Senayan Jakarta pada Jumat 1 Maret.
Mahfud MD mengaku mendengar masyarakat menduga usul pengajuan RUU Pilkada tersebut hanya untuk memberi waktu dan peluang kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Pak Jokowi ingin mengambil peluang agar bisa mengatur pilkada di seluruh indonesia.
Dengan tidak diubahnya jadwal Pilkada tersebut, kata dia, maka pemerintahan baru lah yang akan mengendalikan Pilkada 2024.
Untuk itu, menurutnya putusan MK tersebut mencerminkan bahwa MK telah kembali ke hati nuraninya.
"MK juga kembali ke hati nuraninya, dia memutus bahwa pilkada harus tetap sesuai jadwal, yaitu tanggal 27 November. Kalau mau dimajukan ya tetap di bulan November 2024, dengan demikian yang mengendalikan ini sudah pemerintah baru nanti, entah siapa pemerintah baru itu, bisa pak Prabowo, bisa Anies, bisa Ganjar, tergantung," kata dia.
Ia juga mengapresiasi kepada dua mahasiswa yang telah mengajukan gugatan tersebut.
Menurutnya dua mahasiswa tersebut sangat cerdas dan memiliki pandangan jauh ke depan soal demokrasi.
"Oleh sebab itu saya salut, satu kepada ahmad Al Farizy dan Nur Fauzi, mahasiswa yang sangat cerdas dan punya pandangan jauh agar demokrasi ini tidak diolah olah kembali," kata dia.
"Kemudian saya salut kepada MK, sekarang sudah mulai kembali ke hati nuraninya, teruskan keberanian ini, demi Indonesia yang bagus," sambung dia.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan jadwal pemilihan kepala daerah (Pilkada) tak boleh diubah-ubah dan harus konsisten.
Pernyataan tersebut diamanatkan MK dalam Putusan Nomor 12/PUU-XXI/2024. Gugatan diajukan oleh dua mahasiswa, bernama Ahmad Al Farizy dan Nur Fauzi Ramadhan.
Pada dasarnya MK menolak, baik permohonan provisi dan pokok permohonan yang diajukan para Pemohon.
Namun, dalam pertimbangan hukum putusan ini, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyampaikan agar jadwal Pilkada tidak diubah-ubah.
Hal itu penting dilakukan untuk menghindari adanya tumpang tindih tahapan-tahapan krusial pilkada serentak 2024 dengan tahapan pemilu 2024 yang belum selesai.
"Bahwa mengingat pentingnya tahapan penyelenggaraan pilkada yang ditentukan yang ternyata membawa implikasi terhadap makna keserentakan pilkada secara nasional, Mahkamah perlu menegaskan ihwal jadwal yang telah ditetapkan dalam Pasal 201 ayat (8) UU pilkada yang menyatakan, ‘pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati, dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota di seluruh wilayah negara kesatuan republik indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024," kata Daniel.
"Oleh karena itu, pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal dimaksud secara konsisten untuk menghindari adanya tumpang tindih tahapan-tahapan krusial pilkada serentak 2024 dengan tahapan pemilu 2024 yang belum selesai," sambungnya.
BACA JUGA:
Mahkamah menilai, mengubah jadwal pilkada akan dapat mengganggu dan mengancam konstitusionalitas penyelenggaraan pilkada serentak.
Sementara itu, dalam putusan yang sama, Mahkamah juga menegaskan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempersyaratkan bagi calon anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri, jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD apabila tetap mencalonkan diri sebagai kepala daerah.