Bagikan:

DENPASAR - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Jembrana, Bali menerima laporan politik uang yang terjadi menjelang pemungutan suara Pemilu 2024.

"Yang melapor calon legislatif dari Partai Demokrat. Kami punya waktu dua hari untuk mempelajari dan mengkaji laporan ini," kata anggota Bawaslu Jembrana yang membidangi Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Pande Made Adi Muliawan dilansir ANTARA, Senin, 19 Februari.

Dia mengatakan, pelapor atas nama I Komang Suartika asal Desa Medewi, Kecamatan Pekutatan menyerahkan barang bukti uang Rp50.000 serta mengajak saksi.

Menurut dia, jika dari kajian pihaknya memenuhi syarat formil dan materiil, pihaknya akan berkoordinasi dan menindaklanjuti bersama tim dari penegakan hukum terpadu (Gakkumdu).

"Karena itu, saat menerima laporan ini kami mengajak rekan-rekan dari Gakkumdu. Kalau syarat formil dan materiil terpenuhi, kami akan bahas lagi," katanya.

Namun jika syarat formil dan materiil belum terpenuhi, pihaknya akan memberikan waktu selama tiga hari kepada pelapor untuk melengkapi bukti dan saksi.

Dari sisi batas waktu pelaporan, dia mengatakan, masih terpenuhi yaitu maksimal tujuh hari dari peristiwa itu terjadi.

"Menurut pelapor, orang yang dia laporkan membagikan uang melakukan perbuatan tersebut H-1 menjelang pemungutan suara," katanya.

Selama tahapan pemilu, kata Muliawan, Bawaslu Jembrana menerima tiga laporan yaitu dua perusakan alat peraga kampanye dan satu dugaan politik uang.

Untuk perusakan alat peraga kampanye, menurut dia, sudah bisa diselesaikan, tinggal laporan dugaan politik uang yang baru pihaknya terima.

"Kami akan selesaikan sesuai peraturan perundang-undangan," katanya.

Sementara I Komang Suartika yang juga calon legislatif dari Daerah Pemilihan III (Kecamatan Pekutatan) mengatakan, pada tanggal 13 Februari dirinya bersama masyarakat menemukan orang membagikan uang kepada warga di Desa Medewi.

"Sebelumnya kami sudah mendapat informasi akan ada yang membagi uang menjelang coblosan. Dari awal sudah kami pantau dan ternyata benar terjadi," kata pria yang akrab dipanggil Mang Bole ini.

Dia berharap, laporan ini bisa menjadi pendidikan dan pelajaran politik agar hal serupa tidak terjadi khususnya di Desa Medewi.