Bagikan:

JAKARTA - Mahkamah Internasional (ICJ) menggelar sidang yang membahas status dan konsekuensi hukum pendudukan Palestina oleh Israel mulai Senin ini dan akan berlangsung selama semiggu.

Lebih dari 50 negara dan organisasi internasional akan menyampaikan pidato di hadapan hakim untuk memberikan pendapatnya.

Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki akan menjadi pembicara pertama dalam proses hukum pada pengadilan yang berbasis di Den Haag, Belanda ini, melansir Reuters 19 Februari.

Di antara negara-negara yang dijadwalkan untuk berpartisipasi dalam dengar pendapat tersebut adalah Amerika Serikat, China, Rusia, Afrika Selatan, Indonesia dan Mesir. Israel sendiri tidak akan melakukannya, meskipun telah mengirimkan observasi tertulis.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI dalam unggahannya di media sosial X menuliskan, Menlu Retno Marsudi diagendakan berpidato dalam sidang tersebut pada 23 Februari mendatang.

Kementerian Luar Negeri RI menuliskan, total ada 53 negara dan 3 organisasi internasional yang dijadwalkan untuk menyampaikan pernyataan lisan.

Sidang ini sesuai dengan permintaan Majelis Umum PBB kepada pengadailan pada tahun 2022, untuk memberikan memberikan pendapat yang bersifat nasihat, atau tidak mengikat, mengenai pendudukan Israel.

Sidang akan digelar hingga 26 Februari. Setelah itu, hakim diperkirakan memerlukan waktu beberapa bulan untuk mempertimbangkan sebelum mengeluarkan pendapat penasehat.

Meskipun Israel telah mengabaikan pendapat tersebut di masa lalu, hal ini dapat meningkatkan tekanan politik atas perang yang sedang berlangsung di Gaza, yang telah menewaskan hampir 29.000 warga Palestina, menurut pejabat kesehatan Gaza, sejak 7 Oktober.

Dengar pendapat tersebut merupakan bagian dari upaya Palestina untuk meminta lembaga hukum internasional memeriksa tindakan Israel, yang menjadi lebih mendesak sejak serangan Hamas di Israel pada 7 Oktober, yang menewaskan 1.200 orang, dan respons militer Israel.

Hal ini juga terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai serangan darat Israel terhadap kota Rafah di Gaza, tempat perlindungan terakhir bagi lebih dari satu juta warga Palestina setelah mereka melarikan diri ke selatan wilayah kantong tersebut untuk menghindari serangan Israel.

Diketahui, Israel merebut Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur, wilayah bersejarah Palestina yang diinginkan Palestina untuk dijadikan negara, dalam perang tahun 1967. Mereka menarik diri dari Gaza pada tahun 2005, namun, bersama dengan negara tetangganya Mesir, masih mengontrol perbatasannya.

Ini adalah kedua kalinya Majelis Umum PBB meminta pendapat penasihat ICJ, yang juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia, terkait dengan wilayah Palestina yang diduduki.

Pada bulan Juli 2004, pengadilan memutuskan bahwa tembok pemisah Israel di Tepi Barat melanggar hukum internasional dan harus dibongkar, meskipun tembok tersebut masih berdiri hingga saat ini.

Para hakim kini diminta untuk meninjau "pendudukan, pemukiman dan aneksasi Israel, termasuk tindakan yang bertujuan mengubah komposisi demografis, karakter dan status Kota Suci Yerusalem, dan penerapan undang-undang dan tindakan diskriminatif terkait."

Majelis Umum juga meminta panel beranggotakan 15 hakim ICJ untuk memberikan nasihat tentang bagaimana kebijakan dan praktik tersebut, "mempengaruhi status hukum pendudukan" dan konsekuensi hukum apa yang timbul bagi semua negara dan PBB dari status ini.

Perlu dicatat, proses pemberian pendapat penasihat ini terpisah dari kasus genosida yang diajukan Afrika Selatan ke Pengadilan Dunia terhadap Israel atas dugaan pelanggaran Konvensi Genosida 1948 di Gaza.