Soal Film 'Dirty Vote', Relawan Prabowo-Gibran: Banyak Fitnah Jelang Pencoblosan
Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka/DOK Instagram @prabowo

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Relawan Prabowo-Gibran, M Pradana Indraputra turut berkomentar soal munculnya film dokumenter berjudul 'Dirty Vote' yang dianggap sebagai salah satu fenomena kegaduhan menjelang pencoblosan.

Menurutnya, film Dirty Vote sarat dengan kepentingan politik untuk mendegradasi salah satu pasangan calon (paslo) dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

"Harusnya kita, terutama saya sebagai kaum milenial menyambut pesta demokrasi lima tahunan dengan suka cita, jangan saling benci atau membuat kegaduhan," ujar Pradana kepada wartawan, Senin, 12 Feberuari.

Ketua Kordinator Nasional Relawan Penerus Negeri ini juga menyebut pesta demokrasi lima tahunan ini semestinya diisi dengan adu gagasan dan program. Bukan justru menebar fitnah dan tuduhan-tuduhan yang tak berdasar.

Tapi, banyaknya fitnah dan berita hoaks yang beredar akan semakin mempertebal keteguhan masyarakat untuk memilih paslon yang bijak serta mengutamakan kerukunan dan persatuan, yakni Prabowo-Gibran.

"Politik harus di jadikan ajang adu visi dan misi bukan adu fitnah yang bisa menjatuhkan satu sama lain. Saya yakin masyarakat Indonesia sudah sangat pintar dalam memilih berita," sebutnya.

Di sisi lain, masyarakat juga diimbau tidak mudah terprovokasi dengan sejumlah fitnah dan berita hoaks yang beredar selama masa tenang Pilpres 2024. Saat ini, mengedepankan pelaksanaan pemilu damai, jujur dan adil merupakan hal yang utama.

"Kita sudah memasuki masa tenang pemilu, biarkan masyarakat Indonesia yang memilih sesuai hati nuraninya. Kita harus menerapkan pemilu damai agar terciptanya kerukunan antar sesama," kata Pradana.

 

Dirty Vote merupakan film dokumenter eksplanatori yang mengungkap dugaan kecurangan pemilu yang dipaparkan oleh tiga pakar hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.

Ketiga ahli hukum ini menerangkan praktik nepotisme menggunakan instrumen kekuasaan dengan tujuan memenangkan Pemilu 2024 oleh para penguasa.

Kasus-kasus nepotisme yang ditanggapi Bivitri, Zainal Arifin, dan Feri dibeberkan lewat dokumen foto, video, maupun potongan berita. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.