Ditpolairud Riau Amankan 8 Pekerja Migran Ilegal dari Malaysia
Tersangka S, nakhoda Kapal Motor Nelayan Jaya II yang mengangkut pekerja migran ilegal, saat dihadirikan pada jumpa pers di Ditpolairud Polda Riau, Pekanbaru, Senin (5/2/2024). ANTARA/Annisa Firdausi

Bagikan:

PEKANBARU - Direktorat Polisi Air dan Udara Kepolisian Daerah Riau mengamankan delapan orang pekerja migran Indonesia ilegal yang datang dari Malaysia dengan menaiki kapal kayu yang dinakhodai pria berinisial S (58) di Perairan Sungai Bagan, Kabupaten Rokan Hilir.

"Pekerja migran ilegal itu datang dari Malaysia dan akan dibawa ke Bagan Siapiapi tanpa melalui tempat pemeriksaan Imigrasi sebagaimana mestinya," kata Direktur Polairud Polda Riau Kombes Wahyu Prihatmaka dilansir ANTARA, Senin, 5 Februari.

Kapal Motor Nelayan Jaya II yang digunakan mengangkut pekerja migran ilegal itu turut diamankan ke Satuan Polairud Kepolisian Resor Rokan Hilir di Bagan Siapiapi, Sabtu (3/2). Sedangkan nakhoda S dan delapan orang pekerja migran ilegal dibawa ke Kantor Subdit Gakkum Ditpolairud Polda Riau untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, seorang warga negara Malaysia berinisial BL disebut sebagai agen yang memberangkatkan para pekerja migran ilegal untuk pulang ke Indonesia. Pekerja migran ilegal itu dikenakan ongkos 2.200 hingga 2.400 Ringgit Malaysia atau sekitar Rp7 juta per orang.

Kemudian agen di Indonesia berinisial D mengirimkan foto pekerja migran ilegal untuk dibuatkan buku pelaut yang diserahkan D kepada tersangka S untuk dibawa ke Malaysia saat akan menjemput pekerja migran ilegal.

 

Buku pelaut tersebut digunakan mengelabui petugas jika ada pemeriksaan dalam perjalanan sehingga pekerja migran ilegal itu seolah-olah merupakan anak buah kapal (ABK) KM Nelayan Jaya II.

"Tersangka S ini menerima upah dari D sebesar Rp1 juta per orang," tutur Wahyu.

Sementara itu, Kepala Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau Fanny Wahyu Kurniawan mengapresiasi keberhasilan Ditpolairud Polda Riau mengamankan para korban dan tersangka.

Menurut Fanny, perlu diselidiki lebih lanjut siapa orang di balik sindikat yang telah memfasilitasi pembuatan buku pelaut sebab buku pelaut itu seharusnya hanya dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan untuk ABK.

"Para penegak hukum akan menelusuri apakah ini benar buku resmi yang dikeluarkan instansi terkait. Selanjutnya korban akan kami data untuk mengetahui kronologis awalnya sebelum dikembalikan ke daerah asal," ujar Fanny.

Atas perbuatannya, tersangka S dijerat Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.