JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Diyah Puspitarini mengungkapkan analisis mengenai penyebab tawuran di flyover Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Peristiwa tawuran ini menghebohkan publik lantaran mengakibatkan tangan salah satu peserta tawuran putus akibat dibacok.
"(Kasus tawuran) yang terjadi di Jakarta atau Pasar Rebo itu dua kemungkinan, termasuk ada kaitannya dengan keterikatan antarsekolah," kata Diyah kepada wartawan, Jumat, 2 Februari.
Diyah menyebut, frekuensi aksi tawuran paling banyak terjadi pada awal tahun dan pertengahan tahun saat liburan sekolah. Di bulan Januari-Februari, biasanya pelajar sekolah mulai bergabung dalam kelompok atau geng masing-masing.
"Pada Januari-Februari, anak biasanya sedang masuk sekolah lagi. Kalau akhir tahun biasanya ada geng sekolah melakukan perekrutan dan Januari-Februari itu mereka menunjukkan sudah tergabung di dalam kelompok, kemudian menunjukan dedikasi atau loyalitas terhadap kelompok geng," urai Diyah.
Biasanya, pelaku tawuran sudah memetakan lokasi untuk melaksanakan aksi bentrokan sebelum kejadian. Salah satunya di flyover atau titik kekuasaannya.
Atas dasar itu, pihak sekolah hingga aparat penegak hukum semestinya bisa melakukan upaya pencegahan terjadinya tawuran.
"Kalau sudah diketahui siklusnya, pengawasan itu tidak boleh lengah. Sekali lagi, pulang sekolah harus memastikan anak sampai di rumah jam berapa. Termasuk komunikasi dengan pihak sekolah," ungkap Diyah.
BACA JUGA:
Selain itu, perangkat daerah juga harus mengaktifkan kembali pos ronda atau sistem keamanan lingkungan (siskamling).
"Penting kaitannya laporan masyarakat kepada keamanan di sekitar. Ini juga bisa memantau anak-anak yang pulangnya sampai malam atau pagi. Lalu, patroli aparat penegak hukum terutama di jam rawan," imbuhnya.